BPK di Banjarmasin

BPK di Banjarmasin, Antara Kemanusiaan dan Keangkuhan

hancau

– Bunyi sirine Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) seperti genderang maut yang siap melahap siapa saja di depannya. Itulah yang terjadi di Banjarmasin.

2007 lalu saya merantau ke Banjarmasin, ngekos di sebuah kamar ukuran 3 x 3 m. Ketika itu di bulan April udara cukup panas, kebetulan kamar kos saya terletak di lantai dua.

Di siang bolong, saya dikejutkan dengan bunyi sirine, awalnya saya mengira itu hanyalah ambulan atau rombongan polisi yang sedang mengiring pejabat lewat. Namun, bunyi sirine itu semakin lama semakin kencang, bahkan bersahut-sahutan.

Ternyata itu adalah bunyi dari sirine mobil BPK yang sedang mengejar tempat kebakaran.

“Keren, pemadam kebakarannya banyak”, kata saya dalam hati.

Selang beberapa hari kemudian, terjadi lagi kebakaran. Besok dan besoknya selalu ada rumah yang terbakar.

Saya rasa hampir 10 kali terjadi kebarakan dalam sebulan terakhir kala itu.

Tak heran selain dijuluki kota beribu sungai, Banjarmasin juga memiliki julukan lain yang unik, yakni “Kota Beribu Pemadam”.

Jika musim kemarau tiba, mereka para “penjinak api” berhamburan keluar dengan atributnya masing-masing. Seorang kawan pernah berceletuk “Belum sampai pemadamnya, apinya sudah mati sendiri”.

 

Masuk Rekor Muri

Heboh memang keberadaan BPK di Banjarmasin. Bahkan menurut catatan sejarahnya, Damkar di Banjarmasin telah ada sebelum era kemerdekaan.

Di tahun 2015 Museum Rekor Indonesia (MURI) menobatkan Banjarmasin sebagai kota dengan barisan pemadam kebakaran terbanyak, tidak hanya di Indonesia dan Asia Tenggara, bahkan hingga se-Asia.

Pencapaian tersebut menandai perjalanan dan sejarah panjang Damkar di Kota Banjarmasin, seiring merebaknya kasus kebakaran yang terjadi di kota beribu sungai.

 

Awal Mula

Sebelum Tahun 1970 an, di Banjarmasin hanya ada 4 unit mobil FFT Pemadam Kebakaran, yaitu 2 unit pada Ton I (Peloton I) yaitu BPK Pemda Kotamadya dan 2 unit milik Ton II yaitu BPK HIPPINDO. Namun semua berubah sejak tahun 1973.

Pada tahun 1973, terjadi kebakaran besar di Daerah Kelurahan Pekauman. Api mengamuk selama kurang lebih 6 jam dan 4 unit mobil Pemadam Kebakaran yang ada tidak mampu mengatasi kebakaran tersebut sehingga mengakibatkan ribuan rumah dan bangunan musnah terbakar.

Kebakaran tersebut tidak hanya memusnahkan tempat tinggal dan harta benda penduduk Pekauman, akan tetapi juga modal usaha bagi para pedagang dan pengusaha.

Sehingga mereka berpikir bagaimana cara melindungi harta benda, tempat tinggal dan usaha mereka dari bahaya kebakaran.

Dari situ, akhirnya dibangun barisan pemadam kebakaran swasta untuk membantu tugas armada milik pemerintah kota.

BPK Swasta Pribumi diresmikan pada 16 Agustus 1975 oleh Walikotamadya Banjarmasin Kamaruddin. Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Banjarmasin.

BPK ini bermarkas di Jalan Teluk Tiram, Kecamatan Banjarmasin Barat. Dari beberapa sumber dituliskan pada era itu Walikotamadya Kamaruddin menyarankan agar BPK Swasta Pribumi itu diganti namannya, agar kesannya tak terlalu berbau primordialisme.

Namun, para pendiri tetap menolaknya, hingga akhirnya diambil jadi singkatan saja BPK SP dengan memasang semboyan, “pantang bulik sebelum pajah” yang berarti “pantang pulang sebelum padam”.

Berdirinya BPK SP kemudian diikuti oleh berdirinya BPK-BPK lainnya seperti Nasa, Radar, Kramat dan lainnya. Selain itu, terdapat nama DAMKAR (Pemadam Kebakaran), BPK (Barisan Pemadam Kebakaran), BALAKAR (Bala Bantuan Kebakaran), KOMDAR (Komunikasi Darat), serta Himpunan Pemuda Pemudi Indonesia (HIPPINDO), Swasta Pribumi.

loading...

Jumlah BPK meningkat tajam sejak Tahun 1997. Setelah terjadinya peristiwa kerusuhan Kampanye Pemilu Tahun 1997 yang dikenal dengan peristiwa Jumat Kelabu 23 Mei 1997 di Kota Banjarmasin.

 

Ironi BPK di Banjarmasin

Keberadaan Barisan Pemadam Kebakaran tidak lepas dari citra Banjarmasin. Namun, dalam setahun terakhir citra tersebut tercoreng. Bukan karena anggota BPK yang meminta sumbangan di luar zonasi mereka, namun karena kasus kematian akibat BPK yang beberapa kali terulang.

Tercatat sudah beberapa kasus yang menyebabkan luka serius , kecacatan, hingga meninggal dunia akibat tertabrak mobil BPK yang melaju kencang.

Mirisnya dari beberapa kasus tersebut, pihak pemerintah kota Banjarmasin masih belum mengambil tindakan tegas. Hingga munculnya petisi Mendesak Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina untuk Mencabut Izin BPK yang Tidak Sesuai Standar.

Kini kehadiran BPK di Banjarmasin menjadi momok tersendiri bagi warga kotanya. Ada yang terus mendukung keberadaan mereka, ada pula yang mengecam karena terkesan berperilaku ugal-ugalan di jalan.

Bahkan tidak jarang, mereka seperti orang yang sedang balapan ketika mengejar tempat kebakaran. Hal tersebut terlihat jelas langsung di jalanan dan beberapa video yang merekam aksi mereka saat di jalan.

Saya di sini bukan untuk menjelekkan maupun memojokkan BPK yang ada di Banjarmasin, namun kenyataan di lapangan tidak dapat didustakan. Ada saja oknum BPK yang bandel dalam proses melakukan penanggulangan bencana kebakaran.

Bahkan tidak jarang kita melihat anak di bawah umur ikut di dalamnya.

Saya tidak begitu mengerti bagaimana proses perekrutan di dalam organisasi BPK, namun apakah dibenarkan mengikutsertakan anak di bawah umur untuk melakukan penanggulangan bencana kebakaran?

Selain itu, kesan untuk bergagah-gagahan terlihat jelas saat mereka mengemudikan motor dan mobil mereka di jalan. Dengan dalih untuk bisa cepat sampai ke tempat tujuan, keselamatan orang di sekitar pun dikorbankan.

Semoga kritik ini bisa ditanggapi dengan dewasa.

Viralnya beberapa insiden yang melibatkan BPK kerap ditanggapi dengan nada sinis, walau tidak semua. Namun beberapa komentar dari beberapa oknum BPK di media sosial cukup menggambarkan keangkuhan.

Beberapa dari mereka selalu melakukan pembelaan diri, namun tidak berusaha mencoba introspeksi diri.

 

Bekerja Tanpa Pamrih

Anggota Relawan BPK Star 10 Kalayan B dengan nomor register 022 bernama Muliadi menuturkan, menjadi relawan BPK merupakan tantangan serta bagian yang harus dihadapi dengan lapang dada.

“Posisi pemadam itu lambat dicaci, cepat dihina. Makanya jadi relawan BPK itu harus penya kesabaran yang besar. Jadi setiap di TKP ada orang kasar senyumi saja. Omongan orang dengarkan saja, yang penting kita bekerja sosial untuk membantu orang,” terangnya.

Muliadi sendiri sudah sangat lama menjadi relawan BPK. Sedari kecil dia mengenal dengan kegiatan sosial tersebut. Dia pun tak pernah lupa membarikan nasihat-nasihat kepada anggota yang lebih junior. Agar selalu dewasa dalam bersikap.

“Relawan itu ikut Tuhan, nggak digaji, nggak dapat apa-apa. Sepenuhnya berbicara keikhlasan. Jadi pemadam itu ikhlas harus punya sabar harus punya. Pujiannya hanya satu. Terimakasih. Tidak lebih. Tapi ucapan terimakasih itupun sudah sangat besar bagi kami. Sebab kami tak mengharapkan pujian,” lanjutnya.

Editor:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *