Lupa Membaca Niat, Sahkah Puasa Ramadannya?

apahabar.com, BANJARMASIN – Pada puasa wajib seperti puasa Ramadan, diwajibkan berniat sebelum terbit fajar. Lalu, bagaimana jika ada orang yang lupa mengucapkan niat puasa Ramadan?

Menurut Tuan Guru Khairullah Zain dalam kajian bersama apahabar.com, pengucapan atau pelafalan nita tidak diwajibkan. Niat adalah bagian dari kesengajaan dalam hati kita.

“Melafalkan niat hukumnya sunnah. Tujuannya untuk memperkuat apa yang tertanam dalam hati kita,” jelasnya.

Dicontohkannya pada satu kasus, semisal seseorang lupa melafalkan niat, namun melakukan aktivitas sahur seperti bangun dan makan di tengah malam. Menurut Guru Khairullah, kegiatan tersebut sudah mewakilkan niat berpuasa.

“Lupa melafalkan tetapi dia tahu bahwa makannya itu adalah salah satu sunah puasa. Dia juga sadar sedang berada dalam bulan Ramadan. Maka otomatis makan sahurnya adalah niat puasa,” ungkap ulama asal Martapura ini.

Guru Khairullah menjelaskan, Rukun dalam menjalankan ibadah puasa terbagi menjadi dua, yaitu niat dan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa.

“Rukun pertama adalah niat, artinya kesengajaan kita melaksanakan ibadah puasa,” kata Guru Khairullah.

Tanpa niat, seseorang yang tidak makan atau minum sepanjang hari dinyatakan tidak berpuasa secara istilah syariat. Niat wajib dilakukan sebelum masuk waktu ibadah puasa, yaitu sebelum terbit fajar.

“Ini uniknya puasa, berbeda dengan ibadah lain seperti salat yang diucapkan ketika memulai ibadah tersebut atau saat takbiratul ihram,” lanjut Guru.

Dalam rukun niat, ada perbedaan antara puasa wajib dan puasa sunah.

Pada puasa wajib, seperti puasa ramadan, puasa mengganti (qadha) atau membayar nazar, maka wajib dilakukan sebelum terbitnya fajar.

Sementara pada niat puasa sunah, umat muslim diberi kesempatan sebelum tergelincir matahari atau masuk waktu zuhur.

“Misalnya Anda sampai jam 8 pagi belum ada makan dan minum, kemudian memilih untuk berpuasa, maka puasanya sah. Karena itu puasa sunah. Beda dengan puasa wajib,” terang Guru.

Tuan Guru Khairullah Zain. Foto-stimewa

Penulis: Musnita Sari

Editor:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *