Keistimewaan Umat Nabi Muhammad SAW

BORNEO online, Jakarta — Allah SWT memberikan banyak keistimewaan kepada umat Nabi Muhamad dibanding umat dari para Nabi terdahulu. Dalam syariat Islam banyak ajaran yang menunjukkan betapa Allah begitu memuliakan umat ini dibanding dengan umat-umat sebelumnya, termasuk Bani Israil.

Kita mungkin tak asing lagi dengan petikan ayat, “Kalian adalah umat terbaik,” yang diungkap dalam Surat Ali ‘Imran ayat 110. Secara umum, ayat itu jelas ditujukan kepada umat Rasulullah SAW. Ayat di atas dikuatkan dengan sabda Rasulullah SAW:

  وَجُعِلَتْ أُمَّتِي خَيْرَ الأُمَمِ 

“Umatku dijadikan sebagai umat terbaik, (HR Ahmad).

Jika menilik lanjutan ayat di atas, maka kriteria umat terbaik, selain beriman kepada Allah, adalah memiliki kewajiban amar ma’ruf-nahi mungkar, alias memerintah kebaikan dan melarang kemungkaran, yang dilekatkan kepada mereka. Andai umat terdahulu beriman, dan amar ma‘ruf-nahi mungkar, niscaya mereka pun lebih baik dari umat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Artinya, jika kita lepas dari ciri-ciri tersebut, label umat terbaik bisa saja lepas dari diri kita. Bahkan, bukan mustahil bila kita menjadi umat yang sebaliknya. Demikian jika kita berkaca pada ayat di atas dan sebagian tafsirnya. (Lihat: Tafsir Ath-Thabari, jilid V, halaman 673).

Meski demikian, kita tak perlu berkecil hati. Tetaplah kita berusaha mempertahankan keimanan, menunaikan amar ma‘ruf-nahi mungkar sesuai kemampuan dan kapasitas masing-masing. Sebab di samping itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  juga telah mengabarkan kepada kita sejumlah keistimewaan yang hanya diberikan kepada umatnya sebagaimana yang diungkap dalam hadits berikut ini:

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي ثَلَاثًا لَمْ تعط إلا الأنبياء كَانَ اللَّهُ إِذَا بَعَثَ نَبِيًّا قَالَ لَهُ ادْعُنِي أَسْتَجِبْ لَكَ وَقَالَ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ )ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ( وَكَانَ اللَّهُ إِذَا بَعَثَ النَّبِيَّ قال له مَا جَعَلَ عَلَيْكَ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ وَقَالَ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ )وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ( وَكَانَ اللَّهُ إِذَا بَعَثَ النَّبِيَّ جَعَلَهُ شَهِيدًا عَلَى قَوْمِهِ وَجَعَلَ هَذِهِ الْأُمَّةَ شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ

“Umatku telah diberi tiga perkara yang tidak diberikan kecuali kepada para nabi saja. Dahulu jika mengutus seorang nabi, Allah berfirman kepadanya, ‘Berdoalah engkau kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan.’ Namun, untuk umat ini, Allah berfirman, ‘Berdoalah kalian, niscaya akan Aku kabulkan untuk kalian.’ Dulu jika mengutus nabi, Allah berfirman kepadanya, ‘Aku tidak menjadikan kesulitan pada kalian dalam agama ini.’ Namun, untuk umat ini, Dia menyatakan, ‘Aku tidak menjadikan kesulitan kepada kalian dalam agama ini.’ Dahulu, jika mengutus nabi, Allah menjadikannya sebagai saksi. Sedangkan untuk umat ini, Allah menjadikan mereka sebagai saksi.”    

Dari hadits di atas, kita mengetahui bahwa umat Islam setidaknya memiliki keistimewaan 10 keistimewaan.

Pertama, perintah Allah untuk berdoa, sekaligus jaminan dikabulkannya. “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian,” (Surat Al-Mu’min ayat 60). Berbeda dengan umat terdahulu. Yang diperintah berdoa dan dijamin pengabulannya hanya nabi mereka.

Kedua, pernyataan Allah “Zat-Nya tidak menjadikan suatu kesempitan dalam agama.” Dahulu pernyataan itu hanya ditujukan kepada para nabi-Nya, sedangkan sekarang ditujukan kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara umum, “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan,” (Surat Al-Hajj ayat  78).

Ketiga, pernyataan Allah yang menyatakan bahwa umat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dijadikan umat pilihan sekaligus saksi bagi manusia yang lain. Sementara dulu, Allah hanya menjadikan saksi dari kalangan nabi-Nya saja.

  وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 143). Keempat, kalimat istirja‘ atau innâlillâhi wainnâ ilaihi râji‘un ketika datang musibah.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

“Umatku diberi sesuatu yang belum diberikan kepada yang lain. Nabi Dawud ‘alaiahissalam pun hanya mengucap ‘Ya asafi’ (Menyesal sekali!) ketika mendapat musibah. Sementara umatku diberi perintah untuk mengucap innâlillâhi wainnâ ilaihi râji‘un.” Keutamaannya pun sangat besar. “Siapa saja yang mengucap istirja‘, maka Allah akan menambal musibahnya, memperbaiki kehidupan akhiratnya, dan memberi pengganti yang lebih baik dan diridhainya.” (HR Ath-Thabrani).

Kelima, perintah bershalawat. Hal ini disampaikan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada Abu Thalhah usai kedatangan malaikat Jibril. “Baru saja Jibril beranjak dari sisiku. Ia mengabariku tentang keutamaan umatku. Ia menyampaikan, ‘Hai Muhammad, siapa saja yang bershalawat kepadamu, maka Allah akan mencatat untuknya sepuluh kebaikan, menghapus sepuluh keburukan, dan mengangkat sepuluh derajat,’” (HR Ibnu Ja‘d).

Keistimewaan berikutnya diungkap dalam hadits Ramadhan yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Hurairah berikut ini:

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي، أَمَّا وَاحِدَةٌ: فَإِنَّهُ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ نَظَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ، وَمَنْ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا، وَأَمَّا الثَّانِيَةُ: فَإِنَّ خُلُوفَ أَفْوَاهِهِمْ حِينَ يُمْسُونَ أُطَيِّبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، وَأَمَّا الثَّالِثَةُ: فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَسْتَغْفِرُ لَهُمْ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، وَأَمَّا الرَّابِعَةُ: فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَأْمُرُ جَنَّتَهُ فَيَقُولُ لَهَا: اسْتَعِدِّي وَتَزَيَّنِي لِعِبَادِي أَوْشَكَ أَنْ يَسْتَرِيحُوا مِنْ تَعَبِ الدُّنْيَا إِلَى دَارِي وَكَرَامَتِي، وَأَمَّا الْخَامِسَةُ: فَإِنَّهُ إِذَا كَانَ آخِرُ لَيْلَةٍ غَفَرَ لَهُمْ جَمِيعًا فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: أَهِيَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ؟ فَقَالَ: لَا، أَلَمْ تَرَ إِلَى الْعُمَّالِ يَعْمَلُونَ فَإِذَا فَرَغُوا مِنْ أَعْمَالِهِمْ وُفُّوا أُجُورَهُمْ

Artinya, “Pada suci Ramadhan umatku diberi lima perkara yang belum diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku. Pertama, jika memasuki malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat mereka. Siapa pun yang dilihat-Nya, tidak akan disiksa selamanya. Kedua, bau mulut mereka yang berpuasa di sore hari lebih wangi di sisi Allah dari aroma misik. Ketiga, para malaikat memohonkan ampunan untuk mereka setiap siang dan malam. Keempat, sungguh Allah berfirman kepada surga-Nya, ‘Bersiaplah engkau dan berdandanlah untuk hamba-Ku yang nyaris beristirahat dari kelelahan dunia kepada negeri dan kemuliaan-Ku. Kelima, pada malam terakhir, Dia mengampuni mereka semuanya.’ Seorang sahabat bertanya, ‘Apakah maksudnya pada malam lailatul qadar?’ Rasulullah menjawab, ‘Bukan. Bukankah engkau tahu bahwa orang-orang yang beramal, jika mereka selesai menjalankan amal, pahalanya langsung dipenuhi?’”

Keenam, Umat sebelumnya bila berdosa langsung Allah azab.  Contohnya ketika umat Nabi Musa as  telah berpaling dari Allah dengan menyembah anak sapi maka taubatnya adalah dengan cara membunuh diri mereka sendiri, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-baqarah ayat 54:

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; Maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 2: 54)

Demikian pula ketika kaum Yahudi dilarang untuk memancing ikan oleh Nabi Musa AS di hari Sabtu, karena hari itu adalah khusus untuk ibadah, tetapi mereka tetap melakukannya. Maka,  balasan Allah langsung kepada mereka, yakni dijadikannya mereka binatang kera, sebagaimana firman-Nya:

Dan Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”.
Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. 2: 65-66)

Contoh lain terjadi pada umat Nabi Hud yang durhaka kepada Allah SWT maka langsung Allah memberinya azab dengan mengirimkan awan yang membawa air hujan yang pedih bagi kaum ‘Aad, sebagaimana Allah jelaskan dalam surat Al Ahqaf ayat 22-25.

Mengutip hadits Rasulullah SAW, Disebutkan bahwa Nabi Adam as  berkata: “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada umat Muhammad empat kelebihan yang tidak diberikan kepadaku,” katanya.  Apa itu?

Pertama, kata Nabi Adam, taubatku hanya diterima di kota Makkah, sementara taubat umat Muhammad diterima di sebarang tempat alias di mana saja. (lihat QS. 66: 8)

Kedua, pada mulanya aku berpakaian, tetapi ketika aku berbuat durhaka kepada-Nya, maka Allah Ta’ala menjadikan aku telanjang. Sebaliknya dengan umat Muhammad yang berbuat durhaka dengan telanjang, tetapi Allah tetap memberi mereka pakaian.

Ketiga, lanjut Nabi Adam, setelah aku durhaka kepada Allah, maka Dia langsung memisahkan aku dengan isteriku. Tetapi tidak untuk umat Muhammad. Mereka berbuat durhaka, sementara Allah Subhana wa Ta’ala tidak memisahkan isteri mereka.

Yang keempat, memang benar aku pernah durhaka kepada Allah di dalam surga dan aku kemudian dikeluarkan dari surga, sebaliknya umat Muhammad durhaka kepada Allah, tetapi justru dimasukkan ke dalam surga apabila mereka bertaubat kepada-Nya.”

.

madaninews.id

Editor: