hancau – Tokoh kaum Quraisy, Abu Jahal sebenarnya mengakui kepribadian Rasulullah SAW. Namun bukannya beriman, dia malah menabuh genderang peperangan. Apa masalahnya?
Mengutip Republika, nama asli Abu Jahal adalah Amr bin Hisyam bin Mughirah. Asalnya dari suku Makhzum. Di tengah kaum musyrikin, gelarnya adalah Abu al-Hakam (bapak yang bijaksana). Namun, Nabi SAW menyebutnya sebagai “biang kebodohan”—Abu Jahal.
Abu Jahal dengan terang-terangan menolak Islam hanya karena egoisme kesukuan. Kisah berikut ini, sebagaimana dikutip dari Hidayatul Hayara karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah, menunjukkan betapa dirinya sebenarnya mengagumi Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, al-Masur bin Mukhramah mendatangi kediaman Abu Jahal. Sang tamu ingin menanyakan sesuatu yang selama ini mengganjal pikirannya. Mengapa pamannya itu sangat memusuhi Nabi Muhammad SAW, padahal sebelumnya ia menaruh respek padanya?
“Wahai pamanku,” kata al-Masur, “pernahkah kalian menuduh Muhammad sebagai pendusta sebelum ia menebarkan berita yang sekarang ini—risalah kenabian?”
“Wahai anak saudariku! Demi Allah, sungguh Muhammad ketika masih muda memiliki gelar al-Amin (yang tepercaya) di tengah masyakarat.
Kami sama sekali tidak pernah berpikir untuk menyebutnya pendusta,” jawab Abu Jahal.
“Lantas, mengapa sekarang engkau menyebutnya sebagai pendusta? Kalau memang Muhammad bukanlah pendusta, mengapa engkau dan kaummu dari Quraisy tidak mengikutinya?” tanya al-Masur lagi.
Setelah diam beberapa saat, Abu Jahal pun menyahut, “Ketahuilah, antara kami dan Bani Hasyim selalu bersaing dalam berbagai perkara kehormatan. Jika mereka menyediakan makanan bagi peziarah (Baitullah), maka kami juga menyediakan. Jika mereka memberikan perlindungan, kami pun melakukannya. Bahkan saat berperang, kami dan Bani Hasyim sama-sama dalam kemuliaan (yang setara).”
Al-Masur terus menyimak penuturan pamannya itu.
“Sekarang, mereka (Bani Hasyim) mengatakan, ‘Dari kalangan kami, ada seorang Nabi.’ Nah, kapan kabilahku menyamai kemuliaan ini?” kata Abu Jahal dengan nada tinggi.
Secara nasab, Rasulullah SAW berasal dari Bani Hasyim. Adapun Abu Jahal dari Bani Makhzum. Dari ucapannya itu, nyatalah bahwa Abu Jahal menolak dakwah Nabi SAW semata-mata karena gengsinya. Ia mengakui, beliau tidak pernah berbohong. Yang keluar dari lisan al-Amin selalu adalah kebenaran.
Abu Jahal menemui ajalnya tatkala Perang Badar berkecamuk. Beberapa hari sebelum tampil di medan pertempuran, ia menjumpai al-Akhnas bin Syuraiq. Kawannya itu bertanya, “Wahai Abu al-Hakam, beritahu aku tentang Muhammad. Apakah ia adalah orang yang jujur ataukah pendusta?”
“Celakalah engkau!” jawab Abu Jahal, “Demi Allah, sungguh Muhammad itu seorang yang jujur. Dia sama sekali tidak pernah berbohong.
Namun, kalau anak-anak Qushay dengan al-liwa’ (mengatur urusan perang), hijabah (memegang kunci Ka’bah), siqayah (memberikan minum jamaah haji), dan juga sekarang kenabian, maka kami ini dari Quraisy yang lain kebagian apa!?”
Abu Jahal mati di umur 54 tahun saat Perang Badar. Dia tewas di tangan sahabat Nabi, Ibnu Mas’ud RA.