apahabar.com, BANJARMASIN – Corona membawa hidayah mungkin bisa dibilang begitu, seperti yang dialami Drg Carissa Grani, MM, AAAK. atau Dokter Carissa.
Dikutip apahabar.com dari kanal youtube Rasil TV pada Jumat (23/4), dokter spesialis gigi itu menceritakan perjanalanannya memeluk agama Islam.
“Apa yang terjadi dalam hidup kita tuh memang sudah tertulis dalam Lauhul Mahfuz ya. Itu saya baru tau jua setelah kembali ke fitrah Islam ini begitu,” ungkapnya.
“Saya tidak pernah berfikir suatu saat akan berpindah ke Islam. Dengan latar belakang keluarga saya seperti itu, kemudian suami juga sekolah katolik ya. Mayoritas gitu,” ujar Dokter 37 tahun itu.
Ia mengungkapkan kisahnya berawal pada awal Maret 2020 saat pandemi Covid-19 melanda yang mana sudah mulai digerakan untuk memakai masker, cuci tangan, dan tidak boleh berjabatan tangan
“Entah kenapa saya berfikirnya pada saat itu kaya melihat wanita muslimah yang jaga wudhu. Yang gak boleh salaman gitukan. Juga ada beberapa teman kantor saya juga gitukan gak mau salaman gitu, dengan lawan jenis,” ungkapnya.
“Atau melihat wanita yang pakai cadarkan gitukan kayaknya. Terus kalaupun mereka foto atau apa itu kan gak kelihatan yah atau apa suaminya gak ketuker gitu yah,” ujarnya.
Saat awal pendemi melanda ia merasa seperti halnya para wanita muslimah, dan merasa seperti dipaksa untuk memakai niqab (cadar), hingga Dokter Carissa berfikir agama yang dibawah Nabi Muhammad SAW baik sekali.
Bahkan sampai membuat ia yang berlatar belakang medis tertarik untuk browsing-browsing di internet soal manfaat-manfaat berwudhu, dan salat.
“Sempat ada lagi pertentangan di batin gitukan, ah tapi doanya diulang-ulang (apalah), soalnya kan saya tahunya kaya ini doanya itu diulang-ulangkan bacaannya, mungkin itu sepengetahuan saya aja gitukan,” jelasnya.
“Tapi kayak ada lagi di batin menjawab, atau mungkin itu Allah gitu, saya seperti berdialog gitu, tapi doanya kan diulang-ulang (fikirnya). Tetapi Allah seperti menjawab bukankah bumi itu berputar dengan waktu yang telah ditentukan,” ungkap Carissa.
Ketika hidayah datang kepadanya sempat merasakan keraguan. Namun ia mengatakan bahwa semua keraguan yang ada pada dirinya itu seperti dijawab oleh Allah.
Seperti halnya ketika ia melihat orang Islam salat ketika sujud hanya di atas lantai, menurutnya bukankah hal itu kotor ungkapnya.
Dia juga sempat membandingkan dengan agamanya terdahulu yang bisa beribadah duduk di atas kursi.
Namun saat itu juga Allah menjawab keraguannya bahwa semua makhluk derajatnya sama di mata tuhan.
Hingga ia akhirnya mengalami kegalauan ketika bertahan dengan keyakinannya dahulu.
“Saya diibaratkan kaya ada di persimpangan jalan gitukan, antara saya masih melakukan yang lama tapi kok kosong,” ujarnya.
Akhirnya beberapa saat ia memutuskan untuk tidak beribadah sama sekali sekitar 2 minggu.
Hingga ia bercerita kepada seorang teman laki-lakinya yang beragama Islam.
Temannya juga mendukung dengan keputusan Carissa, dan mengusulkan agar pergi ke Mualaf Center untuk diarahkan di bagian akhwat.
Saat 15 Maret akhirnya Carissa bertandang ke Mualaf Center, Jakarta Barat.
Ternyata ketika ia datang pemerintah sudah menetapkan aturan lockdown, pengurus di Mualaf Center saat itu lupa untuk membatalkan janji pertemuannya dengan Dokter Carissa.
Qadarullah ungkapnya, entah mengapa pengurus Mualaf Center pun tetap menerimanya saat itu.
Menariknya tak hanya dirinya tetapi banyak orang lain juga saat itu datang ingin maksud bersyahadat, namun diundur jadwalnya oleh pengurus.
Namun dari situlah letak syukurnya ungkapnya, jikanya saja ia tidak diterima oleh Mualaf Center waktu itu mungkin katanya sampai saat ini ia belum bersyahadat juga.
Di Mualaf Center Carissa Gani bertemu Bunda Sri. Bunda Sri menjelaskan tentang tauhid, rukun Islam, rukun Iman.
“Sambil diceritakan itu, ga terasa air mata ngalir terus ya,” ungkap Carissa.
Setelah memberi penjelasan, Bunda Sri menanyakan bagaimana selanjutnya.
Ia saat itu mengatakan masih ingin belajar dulu. Jika sudah yakin, baru Carissa akan masuk Islam.
Bunda Sri pun tidak mempermasalahkan, namun hanya memberitahu Carissa bahwa jika ia belajar baca Alquran belum dihitung pahala karena belum bersyahadat.
Akhirnya Carissa langsung ingin tahu apa isi syahadat.
Bunda Sri menjelaskan bahwa syahadat adalah percaya bahwa Allah itu Esa dan percaya bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Ternyata Carissa percaya dengan isi syahadat, saat itu juga Carissa meminta dibimbing membaca syahadat.
Akhirnya Bunda Sri membimbing Carissa mengucapkan syahadat, hari itupun tanggal 15 Maret 2020 menjadi sejarah dalam hidupnya.
Keputusan Carissa menjadi mualaf ternyata tanpa sepengetahuan sang suami.
Carissa salat diam-diam di rumah takut ketahuan suami.
Hingga suaminya memergoki Carissa sedang salat tahajud, melihat istrinya beribadah secara Islam, suami Carissa langsung emosi.
Ia mengalami tindak kekerasan dari suaminya, dari ditampar, dijambak hingga kepalanya dibenturkan ke tembok.
Tidak hanya itu, suaminya juga mengancam akan membunuh anak ketiga mereka jika Carissa Grani pindah agama.
Carissa lalu dibawa suaminya ke rumah mertuanya.
Tiba di rumah mertua, Carissa kembali dipukuli sang suami, ia dianggap kemasukan setan lalu didoakan hingga keributan di rumah Carissa itupun diketahui polisi.
Menurutnya, datangnya polisi karena mendapat laporan dari warga sekitar bahwa adanya keributan di rumahnya, awalnya Carissa enggan melapor ke polisi.
Namun setelah dibujuk pihak polisi, Carissa akhirnya ia mau divisum dan melaporkan KDRT yang dilakukan suaminya ke Polres Metro Jakarta Barat.
Hingga akhirnya dokter lulusan Universitas Indonesia itupun memutuskan untuk bercerai dan juga mencabut laporannya karena suaminya mau memenuhi syarat yang ia ajukan.
Pihak keluarga Carissa sebenarnya tidak mempermasalahkan dirinya pindah agama.
Bahkan sekarang keluarga Carissa menghormati dirinya yang menjalani ibadah puasa.
“Sekarang kalo saya salat mereka menghargai. Puasa ini mereka siapin sahurnya,” pungkas Carissa.
Penulis: Triaji