apahabar.com, TANJUNG – Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tua yang terletak di Desa Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Pada masjid tersebut tersimpan benda-benda bersejarah yang dkeramatkan warga.
Dinamai masjid pusaka karena usianya yang sangat tua, yakni berdiri pada tahun 1625 masehi.
Menurut riwayat, Masjid Pusaka Banua Lawas ini merupakan masjid yang kedua di Kalimantan Selatan, dan yang tertua di Kabupaten Tabalong.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Masjid Pusaka Banua Lawas, H Abdullah menuturkan, sebelum agama Islam masuk ke Banua Lawas di lokasi ini menjadi tempat orang-orang beragama Keharingan melakukan musyawarah-musyawarah.
Setelah agama Islam masuk, dibangunlah masjid. Karena agama Islam ada kewajiban untuk melaksanakan salat Jumat.
“Bangunan awal masjid ini belum memakai tiang 17 seperti saat ini, melainkan hanya tiang terbuat dari haur batung, itupun hanya diikat saja dibentuk persegi empat dengan atap dari rumbia,” jelas Abdullah.
Setelah itu, masjid ini baru dilakukan beberapa kali rehab.
“Bentuknya dari panggung dengan tiang hingga betonan yang direhab tahun 1941 sekaligus penggantian petaka dari yang tadinya ulin menjadi seperti sekarang ini, itupun masih beberapa kali direhab,” beber Abdullah.
Penggantian petaka dari kayu ulin sendiri sempat terjadi pro dan kontra, namun akhirnya disepakati untuk diganti. Tetapi petaka aslinya masih disimpan dibelakang masjid.
Di masjid Pusaka Banua Lawas juga terdapat peninggalan yang bersejarah, seperti tajau atau kendi besar. Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua tajau atau kendi (tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir).
Kendati diterpa atau disengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu tak berubah warnanya.
“Para peziarah yang datang ke sini tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum,” kata Abdullah.
Selain itu, ada juga potongan tiang dari kayu ulin. Potongan kayu ulin ini rupanya saat dilakukan rehab waktu dulu dibuang ke sungai yang tepat berada di belakang masjid ini.
Setelah itu, ada warga yang bernama Datu Muning mencari ikan dengan jaring (lunta) kena potongan ulin ini lalu dibuang. Kemudian dilempar lagi jaring dan kena lagi potongan tiang ulin ini, hingga 3 kali dibuang dan tiga kali juga kembali terjaring.
Lalu potongan kayu ulin ini dibuang ke hilir dan beliau melunta ke hulu dengan melawan arus. Setelah dilempar lagi jaring tadi ternyata kembali kena potongan kayu ulin tadi, sehingga akhirnya dibuat ke dalam sampan.
Setelah pulang, potongan tiang ulin tadi diletakkan di belakang rumah. Pada malam hari terdengar suara bayi menangis, sementara dilingkungan rumah Datu Muning tidak ada bayi. Setelah diintip ternyata berasal dari potongan kayu ulin ini.
Kemudian, potongan kayu ulin ini dibuat ke dalam kerambas padi. Setelah itu terjadi wabah di desa ini, warga mengalami gatal-gatal yang belakangan diketahui kalau potongan kayu ulin memberi pesan agar jangan ditaruh sembarangan.
Benda ini juga pernah dipinjam orang dibawa ke Jakarta untuk menagih utang dan ingin dibeli seharga mobil Fortuner, tapi yang memegang potongan kayu ulin ini merasa bukan miliknya hingga akhirnya benda ini dikembalikan ke masjid untuk disimpan.
“Selain itu, masih tersimpan tongkat khatib dan beduk asli sejak masjid ini dibangun meski kulit sapinya sudah berganti,” jelas Abdullah.
Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam dari berbagai daerah di Kalsel Kaltim, Kalteng dan lainnya.
Kebanyakan mereka datang ke Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari pasar di Banua Lawas dan juga hari Minggu.
“Di samping masjid terdapat pekuburan warga setempat sejak dahulu dan salah satu yang mencolok adalah bangunan (kubah) yang merupakan makam pejuang Banjar bernama Penghulu Rasyid dan Sultan Abdul Rahman salah seorang yang memprakarsai pembangunan masjid ini,” pungkas H Abdullah.
Penulis : Muhammad Al-Amin