hancau.net – Pierre Tendean, namanya tidak asing karena selalu ditemui sebagai nama jalan di Indonesia. Sosok ini disenangi sekaligus disegani. Namun, tidak banyak yang mengetahui kehidupan dan karakternya selama ia menjalankan tugas bangsa.
Pierre Tendean adalah sosok yang begitu misterius. 54 tahun silam sebuah peristiwa mencekam mengubah sejarah negeri ini, namanya mencuat lantaran sosok pemberani yang gugur dalam usia muda.
TUGAS NEGARA
Pada 30 September 1965 Pierre mengajukan cuti libur untuk merayakan ulang tahun sang bunda di Semarang esok harinya. Kabar gembira ini disambut orang tua dan saudara-saudara yang telah menanti kedatangan Pierre.
Tak dinyana, hari itu Pierre ternyata masih bertugas di Jakarta hingga pukul 3 sore. Pierre tetap bertahan untuk tetap menunjukkan loyalitas serta dedikasi tinggi terhadap menteri koordinator pertahanan dan keamanan kepala staf angkatan bersenjata Jenderal A. H. Nasution. Namun dalam kelabu 30 September 1965 justru menjadi hari terakhir Pierre di usia 26 tahun.
1 Oktober 1965, kedatangan Pierre di depan rumah untuk merayakan ulang tahun sang bunda dan kabar bahagia meresmikan hubungannya dengan sang kekasih Rukmini, di bulan Desember berubah menjadi kabar duka bagi keluarga.
PROFIL SINGKAT
Pierre Andries Tendean lahir di Batavia 21 Pebruari 1939, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Aurelius Lamer Tendean berdarah minahasa dan Maria Elisabeth Cornet keturunan Perancis. Lahir pada masa perang kemerdekaan, Pierre menjadi saksi orang tuanya kerap memberi pertolongan kepada pejuang republik. A. L.
Tendean adalah psikiater sekaligus wakil direktur rumah sakit jiwa di Magelang. Posisi tersebut mendorong sang ayah untuk menolong gerilyawan yang memerlukan obat-obatan.
Masa kanak-kanak tiga kakak beradik ini mereka habiskan di kota Magelang dan Semarang, Pierre remaja dikenal sebagai anak yang mudah bergaul.
Langkah Pierre masuk ke dunia militer harusnya menjadi mulus, namun kenyataannya tak semudah membalik telapak tangan. Atas desakan kedua orang tuanya Pierre akhirnya mengikuti tes fakultas kedokteran Universitas Indonesia dan fakultas teknik Institut Teknologi Bandung.
Tekad kuat menjadi prajurit bangsa tak terbantahkan, tahun 1958 Pierre secara resmi menempuh pendidikan di sekolah calon perwira angkatan darat Bumi Panorama Bandung Jawa Barat.
Disinilah Pierre bersama 155 prajurit lainnya ditempa sebagai taruna akademi militer jurusan teknik atau zeni selama 3 tahun.
PENDIDIKAN DI TARUNA
Muhammad Effendi Ritonga, kawan Pierre satu pleton dan satu barak selama pendidikan taruna menceritakan beratnya rintangan menghadapi tahap perpeloncoan di akademi militer. Mengetahui kerasnya perjuangan Pierre di sekolah, sang ibu Maria Elisabeth mengalami pergolakan batin.
Di Akademi Taruna Pierre dan Rito masing-masing mendulang prestasi, tahun ketiga di akademi Sersan Mayor Effendi Ritonga terpilih sebagai Komandan Korps Taruna dan Sersan Mayor Pierre Tendean sebagai Komandan Batalion Korps Taruna Remaja.
Pada tahun 1961 sebanyak 144 sersan mayor termasuk Pierre dilantik menjadi Letnan II seiring digaungkannya tri komado rakyat oleh presiden Soekarno untuk membebaskan Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia.
CINTA PERTAMA DAN TERAKHIR
Letnan II Pierre Tendean dari Korps Zeni menunaikan tugas pertama di Kodam I Bukit Barisan Sumatera Utara. Di Medan kedua teman Pierre menjodohkan dirinya dengan seorang wanita, dialah Rukmini.
Kepribadian seorang Rukmini mampu mencuri hati Letnan II ini. Gadis berdarah Jawa asal Jogjakarta ini ialah putri sulung dari empat bersaudara, meski terpaut 8 tahun karakter mimin (panggilan Rukmini) yang tegas dan mandiri mampu menarik perhatian Pierre Tendean.
Hubungan jarak jauh dengan sang kekasih dilakukan Pierre dan Mimin karena laki-laki yang hobi fotografi ini kembali menjalani tugas negara.
Tidak banyak yang tahu Pierre yang saat itu masih 23 tahun ikut operasi Dwikora mengganyang Malaysia, ia memimpin pasukan gerilya sukarelawan ke negara federasi Malaysia bahkan terlibat operasi penyusupan dan sabotase.
Dalam setiap tugas dan operasi yang dijalani, Pierre si penikmat colenak tak lupa untuk memberi kabar kepada keluarga tercinta. Inilah luapan rindu kepada kakak dan adiknya melalui surat yang ditulis Pierre. Begitu pula dengan sang kekasih, Rukmini di Medan.
Prestasi gemilang Pierre, sebagai perwira muda membawa karir yang melesat. Sebagai ajudan menteri angkatan darat, Jenderal A.H. Nasution.
Hendriyanti Sahara Nasution, anak sulung pasangan Jenderal A.H. Nasution dan Johanna Sunarti Nasution, mengenang sosok Pierre saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Menariknya, kepopuleran Pierre Tendean pun masih terlihat hingga hari ini, meskipun ia telah tiada 54 tahun silam. Sebuah fan page di facebook beranggotakan 4000 lebih akun turut meramaikan kisah hidup Pierre Tendean.
Seperti makna dari nama Pierre “kuat bagaikan batu” konsisten walau sebuah tanggung jawab merenggut nyawanya, tegar meski cobaan mengikisnya. Namun, nasionalisme terpahat indah di dalam namanya. (fix)