Jangan Sampai Lupa, Ini Waktu Memasang Niat Puasa Ramadan Menurut 4 Imam Mazhab

apahabar.com, BANJARMASIN – Ramadan tinggal hitungan jam. Namun perlu diketahui, kapan waktu memasang niat puasa?

Empat ulama mazhab sepakat bahwa puasa Ramadan wajib dimulai dengan niat.

Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai teknis niatnya.

Menurut tiga mazhab selain Malikiyyah, antara lain Safi’i, Hanafi dan Hambali; wajib mengulangi niat di setiap kali puasa.

Sedangkan menurut pendapat Malikiyyah cukup untuk menjamak (mengumpulkan) niat puasa sebulan di malam pertama bulan Ramadan.

Mereka tidak mewajibkan mengulangi niat di hari berikutnya.

“Pendapat Malikiyyah ini juga lazim dipakai di Indonesia,” tulis Ustadz M Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan Arjawinangun Cirebon Jawa Barat dilansir nu.or.id.

Tetapi, kata dia, dalam kasus niat puasa sebulan ini mereka dibimbing oleh para kiai dan masyayikh.

Tujuannya untuk mengadopsi teorinya mazhab Maliki dalam praktik niat di awal Ramadan.

Banyak di beberapa masjid dan musala saat malam pertama Ramadan masyarakat dibimbing oleh para tokohnya untuk bersama-sama melaksanakan niat puasa sebulan versi mazhab Malikiyyah.

“Namun demikian, tuntunan tersebut bukan berarti menyimpulkan tidak perlu niat di hari-hari berikutnya,” ingat Mubasysyarum.

Masyarakat tetap dibimbing untuk rutin melaksanakan niat puasa setiap hari.

Hal tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi bila mana di kemudian hari lupa niat, puasanya tetap sah dan bisa diteruskan, sebab dicukupkan dengan niat puasa sebulan penuh di awal Ramadan.

Mubasysyarum mencontohkan, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Alm KH A Idris Marzuqi di dalam karyanya Sabil al-Huda yang berisikan himpunan wadhifah dan amaliyah menegaskan:

“Untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa niat, sebaiknya pada hari pertama bulan Ramadan berniat taqlid (mengikut) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa Ramadan hanya pada permulaan saja. Dan adanya cara tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap harinya, tetapi cukup hanya sebagai jalan keluar ketika benar-benar lupa,” (KH A Idris Marzuqi, Sabil al-Huda, hal. 51).

Di dalam kitab tersebut, ulama kharismatik dari Kediri, Jawa Timur, tersebut mencontohkan lafazh niatnya sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat berpuasa di sepanjang bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah”

FOTO: Niat puasa Ramadan. Foto: net

Perlu dicatat, mengutip tulisan Husnul Haq, Dosen IAIN Tulungagung dan Pengurus LDNU Jombang dilansir nu.or.id, Imam Maliki bersama Imam Safi’i, Ahmad bin Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.

“Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah,” tulis Husnul.

Mereka berpegangan pada haditsriwayat Hafshah, bahwa Nabi SAW bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya. (HR. Baihaqi dan Daruquthni).

Hadits di atas secara jelas menegaskan ketidakabsahan puasa bagi orang yang tidak berniat di malam hari.

Yang berbeda adalah Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya mengatakan bahwa niat puasa dapat dilakukan mulai terbenamnya matahari sampai pertengahan siang. Artinya, tidak wajib melakukan niat di malam hari.

Mereka berpedoman pada firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 187:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (Al-Baqarah: 187).

Pada ayat tersebut, Allah memperbolehkan kaum Mukminin untuk makan, minum, dan bersenggama pada malam bulan Ramadan sampai terbit fajar.

Lalu setelah terbit fajar, Allah memerintahkannya berpuasa, dimulai dengan niat terlebih dahulu.

Dengan demikian, niat puasa tersebut terjadi setelah terbit fajar.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa niat puasa boleh dilakukan setelah terbit fajar, tidak harus di malam hari.

Mereka juga berpegangan pada hadis Nabi SAW:

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَأَمَرَهُ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي النَّاسِ: مَنْ كَانَ لَمْ يَصُمْ فَلْيَصُمْ، وَمَنْ كَانَ أَكَلَ فَلْيُتِمَّ صِيَامَهُ إِلَى اللَّيْلِ

Dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: Pada hari ‘Asyura, Nabi SAW memerintahkan seorang laki-laki dari suku Aslam’ agar memberitahukan kepada orang-orang bahwa siapa saja yang tidak berpuasa maka hendaklah ia berpuasa, dan siapa saja yang telah makan, hendaklah ia menyempurnakan puasanya sampai malam. (HR. Muslim, No. 1136).

Pada hadits di atas, Nabi SAW menganggap puasa orang yang tidak melakukan niat di malam hari Asyura’ hukumnya tetap sah.

Padahal, saat itu puasa Asyura’ hukumnya wajib. Dengan demikian dapat dipahami bahwa niat puasa wajib tidak harus dilakukan di malam hari.

FOTO: Doa berbuka puasa. Foto-net

Memperbaharui Niat

Hukum memperbaharui niat puasa Ramadhan, para ulama juga berbeda pendapat.

Kelompok pertama yang terdiri dari Imam Hanafi, Syafi’i, dan Hambali mewajibkan untuk memperbaharui atau melakukan niat puasa setiap hari.

Mereka berargumen bahwa hari-hari dalam bulan Ramadan itu bersifat independen dan tidak saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Batalnya satu hari puasa tidak berpengaruh pada batalnya hari yang lain. Karenanya, setiap akan memasuki hari baru diperlukan niat baru.

Sementara kelompok kedua yang terdiri dari imam Malik dan para pengikutnya tidak mensyaratkan pengulangan niat setiap hari.

Bagi mereka, niat puasa Ramadan cukup dilakukan di malam hari pertama bulan Ramadan.

Mereka beralasan, puasa Ramadhan wajib dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah. Dan satu ibadah hanya membutuhkan satu niat.

Untuk keperluan berhati-hati dalam beribadah, tidak ada salahnya mengamalkan kedua pendapat di atas sekaligus, yaitu mengamalkan pendapat imam Malik dengan berniat untuk puasa sebulan penuh, dan mengamalkan pendapat mayoritas ulama dengan memperbaharui niat setiap malam.

Berniat untuk puasa sebulan penuh dimaksudkan untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa tidak niat.

Di dalam kitab Hasyiyata Qalyubi Wa Umairah, juz 2, halaman 52, disebutkan:

وَيُنْدَبُ أَنْ يَنْوِيَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَوْ صَوْمَ رَمَضَانَ كُلَّهُ لِيَنْفَعَهُ تَقْلِيدُ الْإِمَامِ مَالِكٍ فِي يَوْمٍ نَسِيَ النِّيَّةَ فِيهِ مَثَلًا لِأَنَّهَا عِنْدَهُ تَكْفِي لِجَمِيعِ الشَّهْرِ، وَعِنْدَنَا لِلَّيْلَةِ الْأُولَى فَقَطْ.

“Dan pada malam pertama, disunnahkan bagi seseorang untuk niat puasa bulan Ramadan atau puasa Ramadan seluruhnya, agar dapat mengambil manfaat dari bertaqlid pada Imam Malik terkait kekhawatiran lupa tidak melakukan niat pada suatu malam. Sebab menurutnya, niat itu sudah mencukupi selama sebulan. Sedangkan menurut pandangan mazhab kami, yang demikian itu hanya cukup untuk malam pertama saja”.

Sumber: nu.or.id

 

Editor: