demokrasi

Demokrasi, Hitler, dan Akal Sehat Publik

hancau.net – Apa itu demokrasi? Demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Dari, oleh, dan untuk rakyat. Setidaknya itulah yang kita pelajari di masa sekolah dahulu.

Namun sayangnya, ini merupakan pengertian yang terlalu dangkal.

Demokrasi justru untuk mencegah kembalinya totaliterianisme. Pikiran lah yang menemukan demokrasi.

Suatu waktu ketika perang dunia ke 2, orang bingung kenapa warga Jerman dengan filsafat yang tinggi, bisa takluk di bawah otoriterianisme seorang Hitler.

Hitler memiliki sebuah slogan yang menarik, “kekuasaan yang paling menyenangkan adalah bila memerintah orang yang tidak berpikir”.

Jerman memiliki pikiran yang tajam, dari Hegel sampai Karl Marx. Pada akhirnya lumpuh oleh kekuasaan. Jadi, kekuasaan mampu melumpuhkan dan menyihir orang lain.

Pengkritik Hitler adalah seorang fasis yang paling tajam, adalah seorang perempuan, seorang feminis. Namanya Hannah Arendt, yang kemudian menulis buku “Thinking in the Dark Times”.

Hannah Arendt adalah orang yang mengikuti pengadilan NAZI di Jerman, dan dia mencatat satu per satu pengakuan serta kesaksian dari para pelaku kekerasan di Jerman. Semuanya orang terpelajar, tetapi lumpuh akalnya oleh sensasi popularisme Adolf Hitler.

Dari sejarah singkat di atas kita bisa belajar, bahwa negara bisa kehilangan akal sehat, jika tidak menghirup secara rutin apa yang disebut dengan kritik publik.

Bisa disimpulkan demokrasi bukanlah pemerintahan rakyat, dari, oleh, dan untuk rakyat. Demokrasi adalah pemerintahan akal, melalui pemerintahan orang.

Jadi, hanya orang berakal yang boleh memerintah. Sebab politik adalah upaya untuk mendistribusikan keadilan. Seorang manusia harus memiliki pengetahuan yang lengkap jika ia ingin mendistribusikan keadilan.

Dalam sejarah filsafat demokrasi, politik adalah urusan mendistribusikan keadilan. Politic equal justice. Kata lain politic adalah justice. Republik pun isinya sama, mengupayakan tumbuhnya akal sehat publik. Agar kekuasaan tidak jatuh dalam cengkeraman orang-orang sakit jiwa. (Rocky Gerung)

Editor: