agama

Agama dan Karl Marx

hancau.net – Saat ini, tidak ada satu pun aspek kehidupan yang tidak dihubungkan dengan agama. Mulai dari perasaan bahagia, pekerjaan, dan bencana alam, bahkan hingga pertarungan politik. Semuanya kalau bisa mengatasnamakan memakai agama.

Pada zaman Soekarno, mengklaim bahwa politik adalah panglima. Zaman Soeharto ekonomi adalah panglima. Di masa kini agama merupakan panglima. Namun, ada satu hal yang akan langsung menimbulkan cibiran, kutukan, bahkan sampai persekusi. Itu adalah jika kita memasukkan nama Karl Marx di dalam kata agama.

Tidak sedikit yang menganggap bahwa Marx adalah seseorang yang benci agama. Sehingga tidak akan relevan jika menghubungkan Marx dengan agama.

Benarkah demikian? Mari kita bahas secara singkat.

Agama adalah Opium

“Agama adalah opium masyarakat” adalah kalimat terkenal yang kerap kali dikutip oleh banyak orang jika sedang berbicara tentang Marx dan agama.

Kalimat ini merupakan penggalan dari sebuah kalimat lengkap,

“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people.”

“Agama adalah keluh kesah dari masyarakat yang tertindas, hati dari dunia yang tidak berhati, dan jiwa dari keadaan tidak berjiwa. Agama adalah candu masyarakat.”

Pernyataan ini mengungkapkan tentang agama sebagai ekspresi penderitaan manusia di bumi. Sekaligus menjadi ungkapan protes dari penderitaan.

Pada era Marx, di abad ke-19. Opium berkonotasi positif. Itu adalah obat murah untuk kelas pekerja saat itu. Mereka beranggapan ini sangat berguna dan memiliki banyak fungsi.

Tidak seperti sekarang yang melulu negatif. Jadi sumber penyakit dan aneka ketagihan buruk lainnya. Sedikit yang mengetahui bagaimana Marx sangat menghargai eksistensi agama dalam kehidupan manusia sebagai sesuatu yang besar dan berpengaruh.

Dalil Marx Terhadap Agama

Pada waktu yang bersamaan, Marx berpendapat bahwa kekuatan agama yang besar bisa membentuk ilusi kebahagiaan di benak dan pikiran manusia. Kemudian menjadi semacam opium bagi orang-orang, sebab bisa meredakan rasa sakit dan sengsara.

Kritik Marx pada agama tidak menandakan bahwa ia menentang keberadaannya. Tetapi justru sebaliknya yakni mendukung keberadaannya.

Jika kita menelaah Marx dan agama melalui posisi filosofis yang mendasari analisa-analisanya.
Marx adalah seorang materialis, materialisme adalah dalil filosofi Marx.

Filosofi materialis Marx berisi dalil berikut,

“Dunia materi ada secara mandiri dari manusia atau makhluk lainnya yang memiliki kesadaran”

“Pengetahuan riil jika tidak total tentang dunia dan seisinya adalah sesuatu yang niscaya dan memang sudah dicapai”

“Manusia adalah bagian dari alam, tapi bagian yang istimewa”

“Dunia materi ini tidak berasal, dalam contoh pertamanya atau gagasan pemikiran manusia. Gagasan dan pemikiran manusia lah yang berasal atau diperoleh dari dunia material ini”

Dalil Materialis Marx ini berhubungan erat dengan beberapa penemuan ilmu di dunia yang sekarang telah jadi suatu yang umum. Telah banyak yang membuktikan, jutaan bahkan bermilyar-milyar kali dari praktek dan penerapan setiap harinya.

Marx dan Engels

Dalam pemikiran Marx dan Engels, manusia adalah penghasil konsep dan ide-ide hidup mereka. Manusia aktif nyata dikondisikan oleh perkembangan tertentu dalam kekuatan produktifnya. Dari dasar proses hidup nyata mereka, kita bisa melihat perkembangan dari hasil dan gema ide logis proses hidup tersebut.

Pemikiran, ide, konsep, dan pendapat orang lain berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam kondisi hidup dan hubungan-hubungan sosial mereka.

Marx menemukan hukum perkembangan sejarah manusia. Sebuah fakta yang sangat sederhana melampaui ideologi apapun. Bahwa umat manusia haruslah pertama-tama makan, minum, punya tempat untuk berlindung dan pakaian untuk membungkus diri. Sebelum bisa ngobrol tentang politik, ilmu pengetahuan, kesenian, agama dan lain sebagainya.

Itulah produksi materi sebagai alat untuk terus bertahan hidup. Kemudian menghasilkan tingkatan perkembangan ekonomi tertentu. Inilah kenapa, hal-hal itu semua mesti kita lihat asal-usulnya. Terbahas, terpapar, terendus semua jejaknya.

Ide Marx di Masa Sekarang

Dari poin ini, sikap yang jelas terhadap agama itu ada di dalam ide-ide mendasar Marxisme baik secara implisit maupun eksplisit. Sikap ini berkarakter ganda, di satu sisi sebagai materialis yang konsisten keyakinan beragama dalam berbagai bentuknya dikecualikan.

Ide-ide religius sebagaimana ide-ide lainnya adalah produk sejarah dan produk sosial artinya diproduksi oleh manusia.

Di sisi lainnya Marxisme jelas menuntut penjelasan materialis dari agama. Kita tidak bisa memandangnya sebagai murni fantasi, khayalan, atau kebodohan yang kebetulan memikat benak dan batin manusia selama berabad-abad.

Seringkali terjadi di negara-negara imperialis terhadap mereka yang pribumi adalah mengejek, mengolok-olok, atau meremehkan keyakinan agama ini sebagai takhayul belaka.

Di dalam Marxisme, ini adalah bentuk generalisasi yang tidak pada tempatnya. Marxisme membutuhkan sebuah analisa atas akar agama sosial secara umum dan untuk keyakinan tertentu butuh sebuah pemahaman akan kebutuhan nyata manusia baik secara sosial maupun psikologis. Juga kondisi sejarah riil dimana keyakinan dan doktrin-doktrin itu muncul.

Marx tertarik terhadap gagasan agama, karena kritik yang disampaikan oleh Bruno Bauer. Di masa ini, hubungan gereja dan pemerintahan saat itu sangat kotor.

Marx sadar dan gerah, setelah mengetahui bahwa agama dimanfaatkan hanya memobilisasi rakyat oleh kaum elit.

Marx dan Masa Orde Baru

Masih ingat bagaimana orde baru di Indonesia melakukan hal yang sama dengan tragedi peristiwa 1965?

Tentu berkaitan erat dengan Marx, dalam hal ini komunisme dan agama. Kalau sudah komunis maka tidak ada pegangan moral yang diasumsikan bisa dimiliki. Dianggap tidak beragama dan maka dari itu tidak bermoral. Membunuh para jenderal adalah hal yang bisa dilakukan tanpa berkedip.

Dalam film propaganda sejarah buatan orde baru, yaitu film G30S/PKI. Pesan ngawur ini dengan jelas digarisbawahi dan dicetak tebal. Supaya mereka yang kiri akan sama definisinya dengan setan. Harus ditumpas, dienyahkan, dan dihembuskan terus menerus hawa ketakutannya.

Dari sini tidak heran jika nama Marx, kiri, dan apa yang dia tawarkan sebagai solusi, cara, dan analisa. Kemudian menjadi musuh besar penguasa dan mereka yang ingin mempertahankan status quo.

Di sini lah agama, di kancah mana pun ia dipakai, penting dijelaskan dalam konteks kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Jadi, tidak berdasar pada doktrin dan teologinya atau melulu terkotakkan pada dekotomi pahala – dosa & surga – neraka. Tetapi lihat juga kepentingan sosial dan politik yang diusung.

Kesimpulan

Persepsi umum yang buruk tentang hubungan Marxisme dengan agama, seringkali adalah gambaran yang ditarik dari pembacaan setengah-setengah atas sejarah yang ada.

Sejarah perjumpaan marxisme dengan agama tidak hanya di Eropa Timur, Cina, Kuba, Korea Utara atau Rusia di masa Stalin. Represi dan penindasan terhadap kaum beriman bukanlah fenomena yang hanya terjadi dalam masyarakat yang dipimpin oleh kelompok Marxis.

Pada masa awal revolusi Rusia, kelompok Bolshevic bahkan berhasil memikat simpatik kelompok muslim.

Berbeda dari pandangan rata-rata orang yang disebarkan secara keliru. Marx sangat menentang pendapat apapun yang melarang agama.

Agama bagi Marxis seharusnya adalah urusan privat dan kebebasan beragama apapun haruslah berlaku di negara terlepas dari ideologinya. Hendaknya tidak boleh ada diskriminasi dalam beragama.

Marx sadar betapa besarnya kekuatan agama. Dia juga mengerti bagaimana itu sering digunakan sebagai alat penggerak massa oleh mereka yang berkuasa maupun oleh mereka yang ingin mendompleng penguasa.

Pada saat yang sama agama dijadikan sebagai ilusi untuk mereka yang tertindas, agar tetap tunduk tanpa daya. Jika kita mau melihat sedikit lebih dalam Marx sebenarnya sedang berusaha menyadarkan umat beragama untuk tetap kritis pada apa yang dipercayainya.

Editor: