hancau – Beberapa waktu yang lalu santer beredar di media sosial dan masyarakat terkait anggaran dana yang digelontorkan oleh pemerintah untuk menunjang belajar online di sekolah. Tidak tanggung-tanggung Kemendikbudristek menganggarkan Rp 10 juta untuk masing-masing laptop.
Belakangan Nadiem selaku orang yang bertanggung jawab terhadap kementeriannya mengklarifikasi bahwa, unit laptop yang dimaksud ialah paket teknologi informasi komunikasi (TIK).
Paket ini bukan cuma laptop, tapi juga mencakup perangkat pendukungnya antara lain router, connector, printer dan scanner.
Kemendikbud juga meluruskan bahwa pengadaan peralatan TIK ini diambil dari vendor di dalam negeri yang memenuhi persyaratan TKDN.
Jumlah unit yang diterima tiap sekolah akan berbeda bergantung usulannya mulai dari level SD, SMP, SMA, SMK, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Anggaran Rp 2,4 triliun yang disampaikan Nadiem adalah anggaran pusat yang ditransfer ke masing-masing daerah. Kemudian, pemda-pemda melakukan belanja kebutuhan laptop sekolahnya di e-katalog dari para vendor yang terdaftar.
Namun yang menjadi pertanyaan BESAR ialah, apakah hal tersebut akan benar-benar terlaksana sesuai perencanaan Nadiem?
Sinisme Karena Budaya Buruk Korupsi
Banyak pihak menanggapi secara sinis terhadap rencana dari kementerian tersebut. Terlebih budaya buruk korupsi yang semakin hari semakin tidak masuk akal.
Hampir semua kementerian pernah tersangkut kasus korupsi, bahkan kementerian agama pun yang notabene seharusnya diisi oleh orang-orang yang takut Tuhan pernah melakukan korupsi kitab suci.
Salah seorang youtuber di bidang teknologi, angkat suara dengan rencana pemerintah tersebut. David di dalam kanal youtube nya bernama ‘GadgetIn’ berkomentar soal laptop Rp 10 juta tersebut.
“Sebagai manusia, apalagi netizen yang selalu penasaran, otomatis kita pasti bakal hitung harga laptopnya berapa,” ucap David.
David menambahkan dengan uang Rp 10 juta, serta merk mainstream seperti Acer, kita sudah bisa mendapatkan laptop yang lumayan tinggi speknya. Ber-processor core i5 generasi ke 11, RAM 8GB, SSD 512GB, Windows 10 original, dan paket Ms. Office.
Spesifikasi di atas merupakan laptop yang cukup mumpuni untuk semua orang, apalagi bagi pelajar.
Namun, David terkejut ketika melihat spesifikasi laptop yang beredar di media sosial kala itu. Menurutnya, spesifikasi yang ditawarkan oleh pemerintah adalah spek yang sangat rendah untuk harga Rp 10 juta.
Ia mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut, dengan dana Rp 10 juta hanya dapat laptop dengan harga di bawah Rp 5 juta.
David hampir tidak habis pikir dengan rencana kebijakan tersebut, terlebih ia menyebutkan Menteri Pendidikan kita adalah orang yang lumayan pintar dan hebat.
Teori Pertama
Mencoba berfikir positif, David berasumsi bahwa spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah ialah sesuai dengan sebuah laptop keluaran chrome, yaitu chromebook yang berjalan di atas sistem operasi chrome.
Chromebook sendiri hanya berfungsi ketika terkoneksi dengan internet. Kenapa begitu?
Dari namanya, kita sudah dapat mengetahui bahwa laptop tersebut berjalan di dalam browser chrome (browser yang cukup lumayan familiar di telinga masyarakat). David menjelaskan, cara kerjanya hampir mirip linux ataupun andorid. Serta penjualan chromebook benar-benar meningkat pesat terlebih saat pandemi dimulai beberapa waktu yang lalu, tapi itu di luar negeri.
Di Indonesia sendiri chromebook tidak begitu populer, kita masih terbiasa dengan sistem operasi windows dan mac. Selain itu, salah satu alasan chromebook tidak populer di Indonesia karena laptop ini hanya mampu berfungsi maksimal ketika koneksi internet ada dan stabil.
Seperti yang kita ketahui, penyebaran internet di Indonesia masih kurang merata.
Namun bagi David, yang menjadi kekhawatiran bukan masalah spesifikasinya, melainkan fungsinya. Apakah mampu dipakai secara maksimal?
Teori Kedua
Di dalam berita yang dibacanya di detikcom, David memiliki asumsi terkait mahalnya alokasi dana yang harus digelontorkan pemerintah disebabkan oleh aturan yang menyatakan bahwa paket TIK tersebut harus diambil dari vendor dalam negeri yang memenuhi syarat TKDN.
Jika berasumsi seperti itu, hanya beberapa merk saja yang ada di dalam pikiran kita, seperti Zyrex, Axioo, Advan,
Setelah melakukan penelusuran, David menemukan 1 buah chromebook merk Axioo yang spesifikasinya hampir sama dengan yang menjadi standar pemerintah, yang ternyata harganya hanya sekitar 5,8 jutaan.
Di dalam kanal youtube nya, David melakukan perbandingan spesifikasi chromebook Axioo tersebut dengan laptop merk Asus yang berharga 4,8 jutaan.
Hal yang menjadi sorota David ialah, Asus bahkan memiliki spek di atas Axioo tersebut, yang mana Asus sudah support touchscreen dan Axioo belum.
Menurutnya, touchscreen merupakan teknologi yang cukup penting jika kita ingin memaksimalkan fitur android di chromebook.
Belakangan, tersiar kabar bahwa Advan sedang menggarap 20 ribu chromebook pesanan pemerintah dengan spesifikasi yang lumayan mirip dengan harga Rp 6,5 juta.
David tidak mampu berkata-kata lagi dengan keadaan yang sedang terjadi di negerinya saat ini. Kenapa harga laptop lokal lebih mahal ketimbang laptop dari luar.
“Mau cinta produk Indonesia, jadi berat rasanya,” ucapnya dengan nada bercanda.
Walaupun dengan nada bercanda, terlihat jelas kekecewaan dari raut wajah David.
David berharap Nadiem bisa merevisi rencana kebijakan tersebut, agar tidak muncul penyesalan di kemudian hari. Sebab ia juga berharap seiring kemajuan teknologi, pelajar bisa mendapatkan laptop secanggih mungkin dan di atas spesifikasi minimal.