hancau.net – Tanggal 21 Ramadan 40 Hijiriyah, bertepatan dengan tanggal 29 Januari 661 Masehi. Merupakan tragedi wafatnya Ali bin Abi Thalib. Beliau dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, seorang ahli ibadah, rajin puasa, tahajud, bahkan hafal Alquran.
Dalam hati kita mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang yang ahli ibadah mampu melakukan hal tersebut, apalagi yang dibunuh adalah salah satu sahabat nabi yang mulia. Berikut kisahnya.
SAHABAT NABI
Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang sahabat Rasul yang istimewa, sehingga beliau mendapat gelar “Karomallahu Wajhah”. Alasannya diberikan gelar ini ialah karena Ali tidak pernah menyembah berhala atapun bersujud kepada berhala sepanjang hidupnya.
Beliau bahkan dikenal sebagai orang yang tidak pernah melihat auratnya sendiri, dan juga orang lain. Beliau sangat menjaga pandangannya dari melihat aurat seseorang.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib lahir di area Masjidil Haram Mekah, pada hari Jumat tanggal 13 Rajab. Di riwayat lain disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib lahir 32 tahun setelah tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di umur yang begitu muda, sekitar 8-10 tahun Ali sudah memeluk Islam. Hal ini menjadikannya orang yang pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak.
Saat itu Ali tidak sengaja mendapati Rasul dan Siti Khadijah sedang melakukan suatu ritual. Ali pun bertanya tentang apa yang sedang dikerjakan pamannya itu. Rasul kemudian menjelaskan, bahwa yang dikerjakannya adalah sholat.
Beliau lantas menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk masuk ke dalam Islam. Singkat cerita Ali pun masuk Islam, tanpa meminta ijin kepada kedua orang tuanya.
SAHABAT YANG CERDAS
Ali bin Abi Thalib juga seorang yang cerdas. Jika para sahabat lainnya menemukan persoalan yang tidak tahu jawabannya, maka mereka akan mendatangi Ali untuk meminta jawaban.
Dalam suatu riwayat nabi mengatakan, bahwa dirinya adalah kotanya ilmu, sedangkan Ali adalah gerbangnya ilmu.
Sayyidina Ali diangkat menjadi Khalifah, di kala Rasul dan 3 sahabat lainnya telah wafat. Selama beliau memimpin, terjadi berbagai macam cobaan dan badai fitnah yang keji dan selalu datang silih berganti. Hingga terjadi perpecahan golongan akibat dari perbedaan pendapat. Ini pulalah yang menjadi cikal bakal tragedi wafatnya Ali lantaran dibunuh oleh seorang ahli ibadah, Abdurrahman bin Muljam.
Namun ternyata Ali telah mengetahui prediksi kematiannya melalui wasiat dari Rasulullah SAW. Nabi pernah berkata kepada ali, “Wahai Ali, barang siapa yang mencintaimu sesungguhnya ia telah mencintaiku. Barang siapa yang membencimu, sesungguhnya ia membenciku. Wahai Ali, sesungguhnya aku tidak melihatmu mati, hingga jenggot ini dicelupkan ke dalam darah.”
3 orang dari golongan khawarij telah bersekongkol hendak membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dan Amru bin Ash. Ketiganya hendak dibunuh pada hari yang sama, yakni tanggal 17 Ramadan. Mereka sepakat bahwa Abdurrahman bin Muljam yang akan membunuh Ali.
Abdurrahman bin Muljam mengasah pedangnya selama 40 hari, lalu sampailah ia ke Kuffah. Di sana ia bertemu dengan seorang wanita Khawarij yang membuatnya merasa kagum terhadapnya. Ia kemudian meminangnya, dan wanita tersebut meminta mahar berupa kepala Ali bin Abi Thalib.
TRAGEDI WAFATNYA ALI
Sayyidina Ali merasa bahwa ajalnya sudah semakin dekat. Ia hanya makan dengan beberapa suapan saja.
Di hari ke 17 pada bulan Ramadan seperti biasa Ali bangun dari tidurnya kemudian mengerjakan sholat malam. Setelah itu ia keluar untuk mengerjakan sholat subuh bersama kaum muslimin.
Saat itu Sayyidina Ali menjadi imam sholat subuh di mesjid agung Kuffah Irak bersama jamaah lainnya. Tiba-tiba ketika Ali sujud, beliau diserang dan disabet beberapa kali dengan pedang beracun oleh Ibnu Muljam. Pukulan itu begitu keras, sehingga jenggotnya berlumuran darah. Setelah itu, Sayyidina Ali tersenyum seraya berkata, “Benar kata Rasulullah”.
Sayidina Ali kemudia langsung dibawa ke rumahnya, dan Abdurrahman bin Muljam ditangkap dan didatangkan di hadapan Sayyidina Ali dalam keadaan tangannya terikat di belakang. Sayyidina Ali kemudian bertanya, “Apa yang mendorongmu berbuat seperti ini? Tidakkah aku berbuat baik kepadamu?”
Ibnu Muljam kemudian menjawab, “Pedangku ini telah kuasah selama 40 malam dan kupergunakan untuk membunuh orang yang paling jahat.”
Ali kemudian berkata, “Justru kamu yang akan dibunuh dengannya”.
Sayyidina Ali kemudian berkata kepada anak-anaknya, “Muliakan dan berbuat baiklah kepadanya, jika aku hidup maka aku tahu pendapatku tentangnya, jika aku mati maka bunuhlah ia dengan pedang itu. Janganlah kalian menyalibnya dan janganlah kalian membunuh seseorang pun selainnya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Selama 2 hari keadaan Amirul Mukminin sangat lemas dan tidak sepatah katapun terucap dari mulutnya, kecuali hanya kalimat “Laailahailallah”. Lalu ia pun wafat dan dikafani oleh putra-putranya, Hasan dan Husein. Kemudian dikuburkan di Kuffah.
Sayyidina Ali dibunuh karena dianggap kafir. Salah satu sebabnya, ketia Ali menjalankan pemerintahannya tidak menggunakan hukum Islam, tapi hukum musyawarah. (fix)