hancau – Terkadang muncul sebuah pertanyaan besar, untuk apa pendidikan di Indonesia ini kita lakukan?
Kalau pendidikan ini untuk siswa, kenapa yang menciptakan standarnya pemerintah?
Kenapa pemerintah yang menentukan pelajaran mana yang boleh dilaksanakan dan pelajaran mana yang tidak boleh dikuasai oleh siswa?
Jikalau pendidikan ini untuk negara, kenapa siswa yang harus membayar beban pendidikannya?
Pertanyaan ini masih belum bisa dijawab.
Faktanya, kita tidak memiliki landasan falsafah pendidikan. Kok bisa? Mari simak tulisan ini sampai selesai.
Falsafah Pendidikan di Dunia
Di seluruh dunia dan yang semua orang mungkin tahu, ada 4 landasan falsafah pendidikan antara lain humanistik, rekonstruksi sosial, sistem, dan akademik.
Kurikulum Humanistik
Orang-orang yang menganut falsafah ini berpikir bahwa setiap siswa itu unik, otentik, spesifik, dan berbeda satu sama lain.
Maka dari itu, negara tidak berhak ikut campur atas masa depan siswa. Siswa lah yang harus mengukir masa depannya sendiri.
Kurikulum Humanistik bertujuan untuk pengembangan dan realisasi kepribadian manusia seutuhnya dari siswa. Tidak menjadikan siswa sebagai bawahan masyarakat, sejarah atau filosofi, tetapi sebagai entitas yang lengkap.
Sistem kurikulum ini banyak sekali dianut oleh negara-negara Skandinavia, Swiss, Denmark, dan beberapa sekolah di Singapura.
Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Ini biasanya dikemukakan oleh orang-orang kiri. Mereka mengatakan, bahwa apapun yang terjadi saat ini adalah hal yang konservatif.
Saat ini adalah masa lalu, sistem pendidikan akan mengajarkan para siswa. Siswa sendiri diartikan sebagai kader-kader masa depan.
Maka, kurikulum pendidikan ini tidak boleh dijalankan untuk memelihara apa yang ada saat ini. Tetapi, kurikulum pendidikan itu harus mengarah ke masa depan.
Orang-orang yang bergelut pada falsafah ini begitu terobsesi kepada kritik. Itulah sebabnya kurikulum ini agak politis, selain juga idealis.
Negara-negara yang memberlakukan ini adalah Cina, Rusia, sebagian di Vietnam, dan sebagiannya lagi di Brazil.
Kurikulum Sistem
Ini mungkin yang paling banyak kita kenal, bahwa kurikulum itu harus memiliki standar yang jelas dari atas hingga ke bawah.
Pemerintah yang menentukan standarnya, dan standar itu berlaku untuk segala hal yang terkait dengan pendidikan.
Mulai dari menyeleksi guru, pelajaran yang diajarkan, hingga soal-soal yang dibuat harus seperti apa.
Kurikulum Akademik
Kurikulum ini menganggap bahwa sekolah itu harus sesuai dengan akademik tertentu. Maka, para siswa didorong untuk menjadi spesialisasi di bidang akademik tertentu.
Kurikulum akademik mendorong peserta didik untuk mengembangkan kebiasaan berpikir dan metode inkuiri. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pikiran dan posisi rasional siswa untuk menjadi ahli atau spesialis.
Negara yang menganut kurikulum ini adalah Amerika Serikat.
Lantas dari empat falsafah di atas, Indonesia menganut yang mana? Secara praktik tidak ada satupun.
Lalu kenapa negara kita tidak memiliki landasan falsafah yang jelas? Padahal pejabat kita di negeri ini banyak yang pintar.
Terus baca artikel ini untuk mengetahui penyebabnya.
Kelompok yang Menghancurkan Pendidikan di Indonesia
Tidak bisa kita pungkiri dan sudah menjadi rahasia umum bahwa sistem pendidikan yang sedang kita jalankan sekarang terlalu banyak dicampuri oleh urusan-urusan yang sama sekali hampir tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Baik itu dari sumber daya manusianya dan juga kebijakannya.
Bahkan tidak jarang, pendidikan hanya sekadar dijadikan alat politik semata. Seperti agama.
Ada 4 kelompok yang membuat pendidikan di Indonesia semakin hancur dari hari ke hari.
Preman Pendidikan
Banyak sekali ‘preman’ di beberapa departemen, termasuk di departemen pendidikan.
Elit-elit lama enggan merombak sistem pendidikan secara drastis. Mereka lebih senang mengeksploitasinya untuk mengumpulkan sumber daya, mendistribusikan patronase, memobilisasi dukungan politik, dan menjalankan kontrol politik.
Orang-orang ‘Sesat’ yang Sangat Kuat
Di Indonesia banyak sekolah dan pesantren yang mengajarkan kesesatan.
Mereka, orang-orang ‘sesat’ yang kuat ini mengkafirkan orang-orang, menganggap kelompok lain lebih rendah. Mereka juga menciptakan sekolah dan pesantren, besar dimana-mana. Para siswa hanya dijadikan objek politik. Ketika besar beberapa siswa yang lulus dari sekolah tersebut ada yang ikut ke politik dan mengulang pola yang sama.
Sehingga budaya seperti ini tumbuh subur di Indonesai.
Keterlibatan Asing
Salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatkan sumber daya manusia agar mampu bersaing dan mandiri di dalam kehidupan.
Namun, keterlibatan asing mencegah itu semua. Jika Indonesia mandiri dan memiliki sumber daya yang mumpuni, maka pabrik-pabrik asing yang sejak dulu bercokol di tanah Indonesia akan angkat kaki. Akibatnya, akan banyak sekali pengangguran karena terjadi PHK besar-besaran. Bagaikan makan buah simalakama. Pemerintah pun tidak berkutik dibuatnya, alhasil pendidikan di Indonesia hanya mempersiapkan siswa untuk menjadi babu di tanahnya sendiri.
Sistem pendidikan negara telah menjadi perusahaan bervolume tinggi dan berkualitas rendah. Jauh dari sistem kompetitif internasional yang menurut Kemendikbud akan muncul dalam waktu dekat.
Kualitas Guru
Sejak tahun 2000 hingga sekarang, kurikulum sudah mengalami perubahan sebanyak 5 kali. Kurikulum ganti, pendekatannya ganti, falsafah pendidikannya ganti, tetapi ketika sampai di sekolah semua hal tak ada yang berubah.
Banyak guru dan dosen di Indonesia tidak memiliki pengetahuan mata pelajaran dan keterampilan pedagogis yang dibutuhkan untuk menjadi pendidik yang efektif.
Begitulah kenyataan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Tentu saja kita tidak putus harapan, akan muncul pahlawan besar di masa depan.
Kita tidak membutuhkan orang-orang besar yang bekerja sederhana, kita justru membutuhkan orang-orang sederhana, bertindak sederhana tapi menghasilkan impact yang sangat luar biasa.