hancau.net – Namanya Ahmad Wahno, berusia 60 tahun. Dia merupakan salah satu sosok pria yang inspiratif. Wahno mengalami kelumpuhan sejak berusia 15 tahun. Namun, hal itu bukanlah alasan untuk menyerah kepada kehidupan.
Meskipun lumpuh dan terbaring, pria ini sangat bersemangat untuk mengajarkan baca tulis Al-Quran. Kegigihan pria ini dalam mengajar Al Quran, menjadi semangat tersendiri bagi ratusan muridnya.
Dengan hanya pendidikan terakhir Madrasah Tsanawiyah (MTs). Anak sulung dari 6 bersaudara itu kini mengajarkan baca tulis Al-Quran pada ratusan anak di Dusun Lemiring, Mojosari, Mojotengah, Wonosobo.
Awal Mengajar Baca Tulis Al-Quran
Wahno mulai mengajar baca tulis Al-Quran sejak 29 tahun silam. Dengan segala keterbatasan yang ia miliki, Wahno tetap berusaha untuk terus memberi manfaat kepada sesama. Meski semua itu hanya bisa dilakukannya dari atas pembaringannya.
Wahno, ikhlas dan sabar dalam menjalani kehidupannya yang telah digariskan oleh Sang Pencipta untuknya.
Wahno tinggal bersama dengan adik bungsunya di sebuah rumah. Dia rutin mengajar baca tulis Al-Quran dimulai pukul 13.00 hingga menjelang waktu ashar tiba.
Ketidakmampuannya untuk beranjak dari tempat tidur, membuat proses mengajar baca tulis Al-Quran tersebut tak bisa dilakukan dalam satu ruangan.
Anak-anak berada di ruang tamu di bagian depan rumah. Sedangkan Wahno, tetap berada di kamar. Wahno menggunakan microphone sebagai alat bantu untuk memperbesar suara.
Meski mengaku belum menjadi hafidz. Ahmad Wahno tidak kesulitan untuk membenarkan lafadz dan bacaan dari murid-muridnya ketika mereka membuat kesalahan.
Disela waktu mengajarnya, pria yang murah senyum itu pun memiliki kegiatan lain. Yaitu menulis kitab berisikan do’a-do’a harian dengan menggunakan huruf arab.
Sekilas, hasil tulisan tangannya tak berbeda dengan Al Qur’an cetakan. Bahkan beberapa di antaranya tampak begitu bagus.
Mengingat kondisi tangan Wahno pun tak bisa dikatakan sempurna. Selain begitu sulit digerakkan, kedua telapak tangannya tidak bisa membuka secara sempurna. Sehingga ketika melihat hasil tulisan tangannya, ia sempat sulit untuk mempercayainya sendiri.
“Saya membuat garis-garis pemandu lebih dulu, sehingga deretan tulisan bisa lurus dan lebih rapi”, ungkap Wahno.
Setelah selesai dengan sebuah kitab yang disampul karton berwana biru. Wahno juga tengah berupaya menyelesaikan satu lagi kitab do’a untuk panduan murid-muridnya.
Semoga kisah ini menjadi pemacu semangat kita untuk terus berkarya dan berdakwah. (fix)
Sumber: islampos