BORNEO online, Jakarta – Setidaknya ada dua hal yang membuat manusia sulit untuk bersikap jujur secara praktik.
Oleh Nur Faridah
Kejujuran untuk mengatakan yang benar pada saat ini tampaknya sudah menjadi barang langka atau sulit sekali ditemukan. Kejujuran terlihat hanya mudah dikatakan di mulut, tetapi sulit dalam praktiknya.
Dengan berbagai dalih, kejujuran diabaikan bahkan disingkirkan laksana sampah tak berharga. Padahal, seperti dikatakan Abu Dzar, “Kekasihku (Rasulullah), memerintahkan tujuh hal kepadaku, di antaranya beliau memerintahkanku untuk mengatakan yang benar walaupun itu pahit.” (HR Ahmad).
Manusia sulit untuk bersikap jujur secara praktik setidaknya karena dua hal. Pertama, tabiatnya memang sering tidak jujur. Kedua, ada kepentingan tertentu yang harus dibela atau diselamatkan, meski itu harus merugikan orang lain dan menyimpang dari kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
Tentang tabiat tidak jujur, Rasulullah pernah mengatakan, “Seseorang membiasakan diri untuk jujur, hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan, seseorang membiasakan diri untuk berbohong, hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai pembohong.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Artinya, kebiasaan tidak jujur sejatinya dibentuk oleh manusia itu sendiri. Ketika merasa bahwa saat ia bersikap tak jujur tak ada masalah, ia kemudian melakukan hal itu lagi di waktu lain. Sehingga, lama-lama ia menjadi terbiasa. Akhirnya itu menjadi karakter personalnya.
Ia lalu menganggap kejujuran sebagai sesuatu yang tak berharga. Padahal, belum tentu dengan kebohongannya orang yang ingin ia dibela dan diselamatkan benar-benar akan selamat. Sering kali ketakjujuran itu justru menjadi bumerang yang menyerang balik ketika yang benar tersingkap terang-benderang.
Oleh karena itu, Rasulullah mengatakan, “Sesungguhnya kejujuran itu membawa pada kebaikan, dan kebaikan itu membawa pada surga.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Artinya, kejujuran adalah sesuatu yang baik dan bakal membawa kebaikan, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain. Semua orang akan merasakan efek positif dari kejujuran itu.
Sebaliknya, ketidakjujuran atau kebohongan justru akan membawa petaka bagi banyak orang. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kebohongan itu membawa pada keburukan dan keburukan itu membawa pada neraka.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Neraka di dunia berarti kehidupan orang bersangkutan tak pernah tenang karena sejatinya dibebani kebohongan yang telah dibuatnya, dan untuk menutupi kebohongan itu, dia membuat kebohongan berikutnya. Akhirnya, kebohongan itu makin bertumpuk-tumpuk.
Berani jujur itu hebat. Hebat karena seseorang yang jujur berarti telah menyampaikan hal yang benar, apa adanya, dan melepaskan beban dan masalahnya untuk bersama-sama dicarikan solusinya. Dan, orang yang jujur biasanya akan banyak dibantu.
Sebaliknya, orang yang takut untuk bersikap jujur sejatinya ia adalah orang penakut yang tak bernyali, meskipun ketika berbicara di hadapan publik ia tampak berwibawa dan mantap, yang bisa jadi hanya dibuat-buat. Pada akhirnya, Allah selalu akan menyingkap kebohongan siapa pun pada waktunya nanti, “Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.” (QS al-Isra’ [17]: 81). Wallahu a’lam.Oleh Nur Faridah
Editor: Ghaf