hancau.net – Martapura, tepatnya di Sekumpul. Pada tahun 1980an, merupakan kawasan yang didominasi oleh semak belukar. Warga setempat menjulukinya dengan sebutan Hutan Karamunting. Bukan tanpa sebab, julukan itu disematkan.
Karamunting atau Melastoma Malabathricum tumbuh subur menyelimuti kawasan Sekumpul saat itu.
Kawasan hutan karamunting atau Sekumpul tempo dulu, jauh berbeda dengan yang sekarang. Kini Sekumpul menjadi pusat pengajian H Muhammad Zaini bin H Abdul Ghani al-Banjari atau biasa kita kenal dengan panggilan Abah Guru Sekumpul.
Tidak ada seorang pun yang menyangka, kawasan yang terkenal dengan sebutan hutan karamunting itu pun akan menjadi tempat kediaman seorang Waliyullah.
Sungai Kacang
Sebelum nama Sekumpul menjadi sepopuler sekarang, kawasan ini terkenal dengan sebutan Sungai Kacang. Walaupun sebenarnya, sejak tahun 1970-an kawasan itu sebagian ada yang memberi nama Sekumpul. Namun, nama yang lebih populer saat itu ialah Sungai Kacang. Apalagi di ujung jalan A. Yani terpampang jelas nama jalan SUNGAI KACANG.
“Pada tahun 1980an, Kawasan Sungai Kacang terkenal sebagai kawasan yang rawan. Baik dari sisi mistis, maupun dari tindak kejahatan”, ungkap Johansyah warga Desa Bincau.
Saat itu Johansyah bertempat tinggal di Guntung Alaban (Bersebelahan dengan kawasan Sekumpul sekarang). Pohon Karamunting yang tumbuh saat itu bisa mencapai 2 meter lebih tingginya.
“Dulu kawasan ini paling hanya ada satu atau dua buah ruma, itu pun bukan di kawasan regol (Sekumpul) ini. Kalau malam setelah isya, jarang ada yang mau lewat Sungai Kacang. Apalagi yang mau ke Bincau, karena sering terjadi tindak perampasan”, kenangnya.
Selain rawan tindak kejahatan, beberapa kisah mistis pun turut mewarnai kawasan ini. Menambah kesan angker terhadap Sekumpul saat itu. Pasokan listrik yang terbatas, membuat kawasan yang tumbuh pohon karamunting di dalamnya semakin gelap gulita.
Sebelum Guru Sekumpul pindah ke Sungai Kacang, harga tanah di kawasan ini terbilang murah. Satu meter hanya berharga sekitar Rp5 ribu hingga Rp7,5 ribu.
“Saat Abah Guru memulai pembangunan komplek Sekumpul, harga tanah mulai naik menjadi Rp13 ribu per meternya. Kalau sekarang saya sudah tidak tahu lagi berapa harga tanah di sana. Mungkin sudah puluhan juta rupiah per meternya, itu juga kalau ada tanahnya,” ucap Johansyah.
Komplek Sekumpul
Pembangunan Komplek Sekumpul dimulai pada tahun 1987.
Menurut Zainal Abidin, salah satu operator alat berat yang membersihkan lahan Sekumpul. Pembangunan pertama adalah pembangunan pagar keliling (regol) komplek Sekumpul.
“Yang pertama kali dilakukan adalah pembersihan kawasan untuk pembangunan regol. Setelah membangun regol, baru membersihkan bagian dalam. Seingat saya kawasan ini penuh dengan pohon karamunting dan sangat lebat. Separuh badan mesin alat berat yang saya bawa tertutupi pohon karamunting. Terkadang ada yang sampai hampir mengenai wajah saya,” kenangnya.
Setelah membangun regol, pembangunan bagian dalam pun dimulai. Langgar Ar-Raudah adalah yang pertama kali dibangun. Setelah pembangunan langgar selesai, bangunan rumah-rumah yang di dalam regol pun menyusul.
“Rumah pertama yang dibangun adalah rumah mintuha (mertua.red) Abah Guru. Saat itu terbuat dari kayu, bukan dari beton, cuma bagian muka (teras) yang dari semen,” kisah Zainal.
Pada saat pembangunan komplek Sekumpul, Abah Guru juga membangun komplek pemakaman di kawasan Sungai Kacang.
“Nama komplek pemakaman itu Muhibbin, jadi sepertinya beliau itu membangun urusan ibadah (langgar). Kemudian akhirat (makam), baru dunia (rumah). Kubah tempat makam Guru Sekumpul dan Guru Tuha itu sudah dipersiapkan semenjak Sekumpul ini dibangun,” ucapnya.
Selama pembangunan, tidak jarang Abah Guru datang menengok. Bahkan, ketika malam hari pun beliau hadir di lokasi pembangunan. Selain untuk melihat perkembangan pembangunan komplek Sekumpul, beliau juga menyapa para pekerja di lokasi. Selama pembangunan Komplek Sekumpul, beliau tetap melakukan pengajian di daerah Keraton Martapura.
Pada tahun 1989, beliau memindahkan kegiatan pengajian ke Kawasan Sekumpul. Sejak saat itulah nama Sekumpul dipopulerkan oleh Abah Guru, dan dipakai hingga sekarang. Wassalam.