bukankoran – Mengenal kisah perjalanan salah satu sahabat Rasulullah SAW, yang jujur dan zuhud, yakni Abu Dzar Al-Ghifari.
Mengutip dari buku “Kitab Nurul Yaqin Fii Siirati Sayyidil Mursalin karya Muhammad Al-Khudhari Bek” yang dilansir dari bincangsyariah.com, di antara orang yang paling dahulu masuk Islam (Assaabiquunal Awwaluun) adalah sahabat Abu Dzar Al-Ghifari.
Ia adalah orang Arab yang tinggal di daerah pedalaman yang fasih gaya bahasanya dan manis tutur katanya.
Ketika sampai kepadanya berita tentang diutusnya Muhammad SAW. Sebagai utusan Allah SWT, ia pun berkata kepada saudara laki-lakinya; “Naikilah kendaraanmu untuk menuju lembah ini, kemudian berikanlah keterangan dan penjelasan kepadaku tentang seorang laki-laki yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang nabi yang diberi wahyu dari langit, dengarkanlah percakapannya, lalu ceritakan semuanya kepadaku.”
Saudara laki-laki Abu Dzar pun segera berangkat ke Makkah. Ia mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW.
Setelah itu, ia kembali menemui Abu Dzar dan berkata kepadanya; “Aku melihatnya memerintahkan kepada umat manusia agar berakhlak mulia, dan ia mengatakan kalam yang bukan syair.”
Abu Dzar menjawab; “Aku masih belum puas dengan keteranganmu itu.”
Lalu, Abu Dzar segera membawa bekal dan sebuah qirbah (tempat air minum dari kulit) dan berangkat menuju Makkah. Ketika sampai di Makkah, ia langsung menuju Masjidil Haram.
Ia mencari Rasulullah SAW, tetapi ia masih belum kenal kepadanya, dan ia pun tidak juga mau bertanya kepada orang lain karena ia telah mengetahui bahwa orang-orang Quraisy membenci orang yang ingin berbicara dengan Rasulullah SAW.
Ketika malam hari telah tiba, Ali bin Abi Thalib mengetahui bahwa Abu Dzar adalah orang yang asing yang butuh tempat bermalam.
Akhirnya, Ali bin Abi Thalib pun menerimanya sebagai tamu. Tetapi, baik Ali maupun Abu Dzar tidak saling menanya, karena memang demikianlah etika menghormati seorang tamu di kalangan bangsa Arab pada masa itu.
Mereka tidak mau menanyakan kepada tamunya tentang tujuan kedatangannya kecuali setelah tiga hari ia berada di rumah mereka.
Keesokan harinya, Abu Dzar membawa qirbah dan bekalnya, lalu berangkat menuju Masjidil Haram.
Pada hari itu, ia selalu berada di dalam masjid, tetapi ia masih juga belum bertemu dengan Rasulullah saw. hingga sore harinya.
Setelah hari sore dan menjelang malam, ia kembali ke tempat istirahatnya dan Ali kembali bertemu dengannya.
Ali berkata di dalam hati; “Sekarang sudah tiba saatnya menanyakan orang ini untuk mengetahui tempat ia bermalam kemarin sebagai tamuku.” Kemudian Ali membangunkannya dan mengajaknya pergi ke tempat ia menginap tadi malam.
Mereka berdua tidak saling menanya. Pada hari yang ketiganya, setelah Ali melakukan hal yang serupa, ia pun bertanya kepada Abu Dzar; “Tidakkah engkau menceritakan kepadaku apa maksud kedatanganmu.”
Abu Dzar menjawab, “Jika kamu berjanji bersedia memberikan petunjuk kepadaku, aku bersedia mengatakan tujuanku kepadamu.”
Ternyata Ali bersedia. Abu Dzar pun menceritakan tujuannya. Setelah Ali mendengar tujuannya, ia berkata; “Sesungguhnya dia (Muhammad) memang benar utusan Allah. Maka, pagi hari nanti engkau harus mengikutiku dan jika aku melihat sesuatu yang aku khawatir akan membahayakan dirimu, aku akan melakukan gerakan seolah-olah menuangkan air. Jika ternyata aku terus berjalan tanpa rintangan, hendaknya engkau tetap mengikutiku sehingga engkau memasuki rumah yang aku masuki.”
Keduanya melakukan hal yang telah disepakati itu. Lalu Abu Dzar berangkat mengikuti Ali sehingga memasuki rumah tempat Rasulullah SAW berada.
Setelah memasuki rumah itu, Abu Dzar langsung bertemu dengan Rasulullah SAW dan mendengar langsung ajaran Islam darinya.
Maka, Abu Dzar pun segera memeluk agama Islam. Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda kepadanya; “Sekarang kembalilah kepada kaummu, dan sampaikanlah berita ini kepada mereka sehingga utusanku menemuimu di sana.”
Abu Dzar menjawab; “Demi Zat yang jiwaku ini berada di dalam kekuasaanNya, niscaya aku akan menjelaskan secara terang-terangan di hadapan mereka.”
Kemudian, Abu Dzar keluar hingga sampai di Masjidil Haram, lalu ia berseru dengan sekuat suaranya; “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Semua orang bangkit dan memukulinya hingga ia terkapar. Lalu, datanglah Al-Abbas menelungkupinya untuk melindunginya dari pukulan orang banyak seraya berkata; “Celakalah kalian, tidakkah kalian tahu bahwa dia dari Bani Ghiffar? Tidakkah kalian tahu bahwa jalur perdagangan kalian ke negeri Syam melalui kampung halamannya?”
Akhirnya Al-Abbas berhasil menyelamatkan Abu Dzar dari tangan mereka. Kemudian pada keesokan harinya, Abu Dzar melakukan hal yang serupa, maka semua orang memukulinya lagi, tetapi Al-Abbas membelanya.
Demikianlah riwayat yang telah dikisahkan oleh Imam Al-Bukhari. Setelah Abu Dzar masuk Islam, ia terkenal sebagai orang yang paling jujur dalam berbicara dan paling zuhud (menjauhi) terhadap segala urusan dunia.