jumat kelabu

Jumat Kelabu dan Hantu Mitra Plaza Banjarmasin

bukankoran – Sekitar 26 tahun yang lalu atau tepatnya Jumat, 23 Mei 1997. Terjadi sebuah peristiwa berdarah yang terus membekas hingga saat ini. Kerusuhan massal yang dikenal sebagai “Jumat Kelabu”.

Menurut beberapa catatan, kerusuhan berdarah yang terjadi saat putaran terakhir kampanye pemilu 1997 tersebut menelan ratusan korban jiwa. Di antaranya, 123 korban tewas, 118 luka-luka, dan yang paling memilukan 179 lainnya hilang entah kemana.

Menengok ke belakang, kerusuhan di kota Banjarmasin boleh dikata mengejutkan. Bagaimana tidak, ini terjadi di sebuah kota yang selama ini digambarkan memiliki kehidupan yang harmoni dan rukun.

Bahkan Banjarmasin dianggap sebagai stereotipe kota orde Baru yang stabil dan harmoni. Berbagai kecenderungan konflik rasial, sektarian dan seterusnya hampir tidak dikenal di kota yang berjuluk “kota beribu sungai” ini.

Ketika itu, salah satu tempat yang menjadi sejarah kelam kerusuhan massal yang banyak menelan korban jiwa adalah komplek pertokoan Mitra Plaza.

Saat kerusuhan terjadi, ribuan massa dari berbagai penjuru memasuki kompleks pertokoan terbesar di Banjarmasin ini. Massa yang masuk ke Mitra Plaza tersebut mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Mereka masuk dan menjarah apa saja yang bisa diambil.

Saat massa menjarah, komplek pertokoan ini tiba-tiba terbakar dan terdengar suara tembakan yang keluar dari senjata milik aparat keamanan yang berusaha menghalau dan membubarkan massa di dalam komplek pertokoan.

 

Hantu Mitra Plaza Banjarmasin

Banyak cerita horor yang tiba-tiba muncul tentang gedung bekas Mitra Plaza tersebut. Salah satunya penampakan makhluk gaib yang diduga korban tewas karena terpanggang saat kebakaran melanda gedung Mitra Plaza.

Sepekan setelah kerusuhan massal terjadi, gedung tersebut sempat dibiarkan gelap dan kosong. Puing-puing sisa kebakaran juga masih berserakan.

Suatu malam, seorang warga yang sedang berjalan pulang menuju rumah, secara tidak sengaja melihat ke salah satu toko yang berada di depan gedung Mitra Plaza di lantai dua.

Bau hangus seperti daging terbakar langsung menusuk hidungnya, di saat bersamaan muncul sosok manusia tanpa menggenakan baju dengan wajah hitam berjalan menunduk sambil mondar-mandir mencari sesuatu di depan toko yang terbakar.

Padahal waktu itu, gedung sepi dan tidak ada satu orang pun terlihat berjaga-jaga.

Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh seorang penjaga malam di kawasan Jalan Pangeran Antasari.

Warga Jalan Kelayan A ini teringat, sebulan setelah kerusuhaan massal, ia sering mendengar suara tangisan dan jeritan anak-anak di dalam komplek pertokoan Mitra Plaza. Suara jeritan dan tangis tersebut menyayat hati seperti orang sedang minta tolong.

Namun ketika didekati, tak ada siapa-siapa di sana.

Itulah sekelumit kisah horor dari bangunan Mitra Plaza yang kini ditinggalkan dan hanya menjadi saksi bisu dari pecahnya keharmonisan yang ada di Banjarmasin kala itu.

Secara logis, cerita-cerita horor seperti ini memiliki dampak positif. Misal pohon atau hutan yang tabu ditebang karena ditunggui makhluk halus. Orang dulu menyebutnya “hutan kadap” (hutan gelap). Akhirnya hutan kita lestari. Tapi zaman sekarang, sehantu-hantunya hutan tetap saja kalah dibabat penambang.

Sekadar tambahan dan semoga menjadi pelajaran bagi kita semua dari kejadian “Jumat Kelabu” di Banjarmasin. Bahwa yang biasa dicatat dari sisa-sisa sebuah kerusuhan hanyalah korban nyawa, luka-luka, trauma, dan kerugian harta benda. Korban permainan politik dan ambisi kekuasaan. Selain itu, tak ada lagi jejak berarti yang bisa menjadi catatan sejarah.

Tak ada kebijakan baru lahir, tak ada restrukturisasi lokal, kepemimpinan politik dan akomodasi sosial-ekonomi. Penguasaan sumber daya ekonomi dan politik tetap berada dalam genggaman para elit seperti sedia kala.

Kita memang sedang berhadapan dengan para pemimpin yang keras kepala dan enggan belajar dari sejarah.

Editor: