apahabar.com, BANJARMASIN – Seorang pendosa di zaman Nabi Ibrahim AS enggan bertobat karena merasa apa yang dilakukannya sudah di luar pengampunan Tuhan. Hingga dia kemudian mengalami peristiwa demi peristiwa yang menyadarkannya bahwa Tuhan Maha Pengampun.
Rasulullah SAW pernah menceritakan pada zaman Nabi Ibrahim AS. Kala itu, ada seorang pendosa yang enggan bertobat. Lelaki ini beranggapan, tobat tidak diperlukan. Sebab, dosa-dosanya sudah begitu besar. Ia merasa, mustahil dirinya diampuni Allah SWT.
Hingga suatu hari, gempa bumi mengguncang kota tempat tinggalnya. Semua harta bendanya ludes. Rumahnya rata dengan tanah. Hati kecil si pendosa ini bertanya-tanya, mungkinkah ini peringatan dari Tuhan agar ia segera bertobat?
Lama ia merenung. Namun, ia tolak teguran hati kecilnya itu.
Lantas, ia memboyong seluruh anak istrinya untuk mengungsi. Sayangnya, musibah kembali menimpa.
Perahunya tenggelam bersama seluruh isinya. Tak ada yang tersisa kecuali sebuah panah, dirinya sendiri, dan seorang anak lelakinya yang masih kecil.
”Inikah peringatan Tuhan agar aku segera bertobat?” pikir dia.
Namun, ia bunuh lagi pikiran itu. Ia pun pamit pada anaknya untuk mencari hewan buruan. Seharian penuh, tetapi ia gagal mencari buruan.
Pada petang hari, ketika kembali, ia mendapati sesuatu bergerak-gerak di semak belukar. Segera ia melepaskan satu-satunya anak panahnya itu.
Alangkah terkejut ketika ia mengetahui, sasarannya ternyata adalah anaknya sendiri. Bocah itu tewas bersimbah darah.
“Inikah peringatan Tuhan agar aku segera bertobat?” pikirnya lagi.
Setelah tak menggubris isi hatinya sendiri, ia meninggalkan jasad anaknya. Ketika ia sedang beristirahat, tiba-tiba serombongan pasukan kerajaan melintas.
Mereka mencari seorang pembunuh. Begitu melihat dirinya memegang busur berlumuran darah, mereka pun menangkapnya karena mengira dialah yang buronan.
Dipotonglah kedua tangan dan kakinya.
Tragedi terakhir ini membuat ia yakin harus bertobat. Dengan kedua kaki dan tangan yang buntung, ia menghadap Ibrahim. ”Wahai Nabi Ibrahim, jika sekarang saya bertobat, masihkah Allah menerima pertobatan saya?”
Ibrahim bingung, sampai Allah memberi wahyu bahwa sepanjang hidupnya Allah selalu menyayanginya. Berbagai tragedi yang menimpa dirinya adalah wujud kasih sayang-Nya.
Harta bendanya diambil karena dia tidak pernah bersedekah. Anak dan istrinya diambil karena mereka tak pernah dididik agama. Tangan dan kakinya diambil karena selalu digunakan untuk maksiat.
Semua yang diambil Allah itu kini tengah menunggu, asalkan dia tak terlambat bertobat. ”Katakan pada dia, Ibrahim, pintu tobat-Ku selalu terbuka untuknya, asalkan dia tidak terlambat,” kata Allah.
Ibrahim menceritakan wahyu tersebut dan sang pendosa pun menangis mendengarnya. Ia beristigfar dan bertobat, dan sejenak kemudian ia mati di pangkuan Ibrahim.