apahabar.com, BANJARMASIN – Dalam kajian Kitab Riyadhus Shalihin dan Ihya ‘Ulumuddin, Pimpinan Yayasan Al-Fachriyah Tangerang Al-Habib Jindan bin Novel Salim Jindan menceritakan kisah seorang pembunuh di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam yang dinukil dari Kitab Shahih Al-Bukhari.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib (pendeta). Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, “Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?”
Rahib pun menjawabnya, “Orang seperti itu tidak diterima tobatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling ‘alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada alim tersebut, “Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah tobatnya masih diterima?”
Orang alim itu pun menjawab, “Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan tobat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, kematian pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab.
Malaikat Rahmat berkata, “Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun Malaikat azab berkata, “Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”.
Lalu datanglah Malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka.
Malaikat ini berkata, “Ukurlah jarak kedua tempat itu (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, ruhnya pun dicabut oleh Malaikat rahmat.”
“Kalau antum (anda) ditanya tentang ilmu sampaikan, jangan menghakimi. Malaikat azab bilang ini milik gue. Malaikat rahmat bilang enggak dia sudah buat kebaikan. Malaikat kalau beda pendapat gak saling mencaci, gak saling membully. Gak ada sombong-sombongan. Akhirnya diutus Malaikat lain dalam wujud manusia. Ini orang diukur saja dari tempat berangkatnya lebih dekat ke tempat kampung shalihin apa penjahat? Pas diukur lebih dekat ke kampung shalihin sejengkal. Ia mati dekat kampung shalihin,” kata Habib Jindan seperti dikutipdari Sindonews, Sabtu (1/5).
Rasulullah SAW setiap hari bertobat lebih dari 70 kali, juga dikatakan bertobat sehari 100 kali. Lebih gampang tobat kepada Allah. Jika kita bikin dosa sama manusia bisa ribet gak kelar-kelar, diungkit terus. Dalam hadis Nabi, Allah Ta’ala lebih gembira akan taubat seorang pendosa. Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya kepada yang bertaubat.
“Kalau tobat jangan menunggu besok, buruan tobat. Baru banget maksiatnya tidak apa-apa tobat. Jangan seperti Fir’aun sudah mau mati baru bilang tobat. Selama matahari belum terbit dari barat akan diterima. Matahari menjelang hari Kiamat akan terbit dari barat. Bangun masih gelap sampai itu orang ngumpul di jalanan menantikan matahari. Gak tahunya pas matahari terbit dari barat. Saat itu tobat tidak diterima lagi,” kata Habib Jindan yang juga murid ulama besar Yaman, Al-Habib Umar bin Hafiz.