hancau.net – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Samahudin Muharram menilai keberadaan Undang-Undang Omnibus Law ini merugikan daerah, karena banyaknya kewenangan daerah yang ditarik ke pusat.
“Ini yang sebenarnya harus dicermati dan diperjuangkan, bukan hanya sekedar klaster ketenagakerjaan,” kata Samahudin kepada wartawan, usai rapat dengar pendapat terkait UU Cipta Kerja, Selasa (13/10/2020), di Banjarmasin.
Apalagi aturan untuk mengajukan perubahan sangat sempit, mengingat RUU ini tinggal diundangkan saja, sehingga memerlukan kerjasama semua pihak untuk menolak poin-poin yang merugikan tersebut.
“Daripada turun ke jalan berdemontrasi, lebih baik membicarakan bersama seperti yang digagas DPRD Kalsel untuk koordinasi dan harmonisasi penyampaian aspirasi masyarakat,” jelas Ketua Jaring Demokrasi (JaDI) Kalsel ini.
Samahudin mengungkapkan, klaster tenaga kerja yang menimbulkan kegaduhan dan aksi demontrasi di seluruh Indonesia, hanya sebagian kecil dari yang diatur UU Omnibus Law tersebut.
Misalnya klaster yang berhubungan dengan otonomi daerah, khususnya pelayanan perizinan yang kini ditarik ke pusat, seperti izin pertambangan, perkebunan dan kini izin galian C.
“Pelayanan perizinan dilimpahkan ke pusat dengan alasan memperkuat investor masuk ke daerah. Ini jelas bertentangan dengan semangat otonomi daerah,” tegas Samahudin.
Hal inilah yang harus diperjuangkan bersama agar bisa mengembalikan kewenangan daerah, sesuai dengan semangat otonomi daerah
Samahudin mengungkapkan, masalah outsourching tentu saja merugikan pekerja, dan hanya menguntungkan perusahaan outsourching, sehingga LSM, serikat pekerja dan mahasiswa bersama-sama menyuarakan ini, namun tidak dengan turun ke jalan.
“Memang sebagai agen perubahan, mahasiswa akan turun ke jalan untuk menyuarakan sikapnya terhadap kebijakan atau aturan yang merugikan masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kalsel H Supian HK mengatakan, sengaja melaksanakan rapat ini untuk mengumpulkan semua pihak agar bisa menyampaikan aspirasi terkait UU Cipta Kerja tersebut.
“Walaupun DPR sudah mengesahkan UU ini, namun kesempatan masih terbuka untuk merubahnya, baik dalam bentuk Perppu atau revisi,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Bahkan DPRD Kalsel berupaya secepatnya mendapatkan draft UU tersebut, agar bisa dipelajari. “Kalau baik dilanjutkan, namun kalau jelek akan diusulkan Perppu, agar masyarakat tidak dirugikan,” tegas Supian HK.
Suasana RDP sempat memanas, terutama dari kalangan serikat pekerja, yang menganggap wakil rakyat tidak memperhatikan nasib pekerja atau buruh dengan pengesahkan UU tersebut.
Bahkan perwakilan mahasiswa pun tidak hadir, karena mengganggap DPRD Kalsel tidak mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat, terutama membela kalangan buruh.