apahabar.com, JAKARTA – UAS alias Ustaz Abdul Somad membeberkan 10 poin tentang ziarah kubur.
Poin pertama, kata Ustaz Somad, berziarah diperbolehkan dan tidak ada ikhtilaf di antara para ulama. Tidak ada yang bisa yang mengelak untuk melakukan ziarah kubur karena itu disunnahkan dan ditujukan kepada orang-orang beriman.
Poin kedua, Nabi tidak menyebutkan adanya batas tertentu ketika berziarah kubur. Berziarah kubur hukumnya umum, sehingga orang yang ingin berziarah bisa menentukan waktunya sendiri.
Namun, ada hadits yang melarang perempuan untuk berziarah kubur. “Bahwa Nabi Muhammad saw telah melaknat para wanita yang berziarah kubur,” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
UAS menjelaskan perlu dilihat secara utuh kronologis hadits tersebut. Ini disebabkan ada seorang perempuan yang berziarah ke makam anaknya.
“Perempuan itu berziarah setiap waktu, pagi, siang, dan malam. Itu dilakukan untuk membuat dia semakin terluput dalam kesedihan. Ada juga perempuan yang suaminya meninggal. Lalu dia berziarah setiap hari, maka Nabi berkata Allah melaknat mereka yang berziarah kubur untuk mempersedih diri,” kata UAS seperti dikutip Republika dalam kajian berjudul “Ziarah Sebelum Ramadhan” di kanal Youtube Ustadz Abdul Somad Official.
Poin ketiga, berziarah menjelang Ramadan dapat mensucikan diri. Sesungguhnya Ramadan disambut dengan kesucian hati.
Selain berzikir dan mendengarkan tabligh, berziarah dapat mensucikan hati karena ini mengingatkan pada kematian. “Wa Kafaa Bil Mauti Wa Idzho, cukuplah kematian itu sebagai nasihat. Ada nasihat yang tak berbunyi, tak bersuara, nasihat itu diam adalah kematian,” ujar dia.
Poin keempat adalah berziarah bisa menyambung silaturahim.
Silaturahim terkadang tidak sempat dilakukan karena faktor kesibukan. Akan tetapi, dengan berziarah, ada ikatan emosional terhadap keluarga dan almarhum yang sudah meninggal, entah orang tua atau kerabat lain.
“Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim,” (HR Muttafakun ‘alaih dari Anas bin Malik r.a).
Poin kelima adalah menjaga adat-adat ziarah kubur. Saat sampai di makam, sebaiknya peziarah tetap mengucapkan salam. “Assalamu’alaikum ahlad-diyaar minal mu’miniina wal muslimiin. Wa inna insyaa alloohu bikum laahiquun. Nasalullooha lanaa walakumul ‘aafiyah.”
Poin keenam, yaitu dilarang melangkahi dan duduk di atas makam. Rasulullah SAW bersabda, ”Salah seorang kamu duduk di atas batu api hingga pakaiannya terbakar sampai ke kulitnya. Itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas kubur,” (HR Muslim).
“Tetap berjaga di kubur. Jaga adab-adab ini, antara kuburan tetap ada jarak untuk berjalan,” tambah dia.
Poin ketujuh adalah bacaan Alquran dan doa dari orang beriman sampai kepada almarhum. Ketika Nabi berziarah kubur, dia mengambil pelepah kurma lalu ditusukkan ke makam orang tersebut. Selama pelepah kurma itu basah, ia bertasbih.
“Kata Imam Nawawi, kalau tasbih pelepah kurma sampai ke orang yang meninggal, maka bacaan Alquran dari orang beriman lebih sampai,” ucap dia.
Jika tidak sanggup membaca Alquran, baca hatinya, yakni surat Yasin. Jika surat Yasin tidak sanggup juga, baca Al Fatihah.
Selanjutnya, poin kedelapan adalah orang yang meninggal seperti orang yang hanyut di sungai. Dia menarik semua benda untuk menyelamatkan dirinya. Ini sama seperti orang yang berada di kubur berebut doa dari orang yang masih hidup.
Dalam riwayat Aisyah Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ia berkata, “Bagaimana yang harus aku ucapkan wahai Rasulullah, yaitu dalam ziarah kubur?” Rasulullah menjawab, “Ucapkanlah, salam sejahtera pada penduduk makam ini dari kaum beriman dan muslimin. Semoga Allah mengasihi orang-orang yang terdahulu dari kalian dan kami serta orang-orang yang terkemudian. Sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul bersama kalian,” (HR Muslim).
Kemudian poin kesembilan adalah bersedekah untuk orang meninggal. Dari Aisyah r.a. ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba-tiba (dan tidak memberikan wasiat), dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan aku pun mendapatkan pahala)? Beliau menjawab, “Ya, (maka bersedekahlah untuknya),” (HR Bukhari).
“Poin terakhir, adalah jaga tradisi baik dengan cara menyampaikan ini kepada kerabat atau tetangga dari media mana pun. Dari Facebook, Whatsapp boleh,” ucap UAS.