Pemuda Asal Jepang Menemukan Hidayah di Momen Pertukaran Pelajar

apahabar.com, JAKARTA – Seorang pemuda asal jepang, yakni Kaiji Wada mengisahkan perjalanannya memeluk Islam. Kisah itu berawal ketika ia mengikuti kegiatan pertukaran pelajar di Brunei.

Sebelumnya ia sempat mendengara kabar miring tentang Islam di pemberitaan media, khususnya soal serangan dari kelompok yang menyebut diri sebagai negara Islam atau ISIS di Timur Tengah.

Pengalamannya selama mengikuti pertukaran pelajar merupakan pertemuan dan komunikasi perdananya dengan warga Muslim dan dunia Islam.

Kembali dari pertukaran pelajar, Kaiji Wada pun mulai bertemu dengan banyak Muslim lainnya dan belajar banyak soal agama.

Sebelum masuk Islam pada tahun 2017, ia mengungkapkan bahwa menemukan sesuatu yang istimewa, hingga pengalaman spritual yang membantunya mengetahui tujuan hidup.

Semenjak memeluk Islam pada tahun 2017, ia menambahkan “Kadir” di tengah namanya, sehingga menjadi ‘Kaiji Kadir Wada’

Hingga pada 4 Mei 2019 Kaiji juga mengakhiri masa lajangnya dan menikahi wanita asal Indonesia yang bernama Yusanne Pitaloka.

Di tahu keempatnya menjalani puasa Ramadan membuatnya bangga.

“Sebagai Muslim Jepang, saya merasa bangga sama agama saya … lewat ibadah, identitas saya sebagai Muslim menjadi lebih kuat. Pikiran saya berubah. Setelah kembali (ke Jepang), saya sering ketemu orang Malaysia, Indonesia, Brunei. Mereka tenang, mereka baik. Saya terinpirasi dengan pengalaman itu, karena itu saya tertarik pada Islam dan ingin tahu apa yang dipelajari dalam Islam,” ungkap Kaiji seperti dikutip bbc.com, Selasa (27/4).

“Belum nyaman dengan agama saya, tapi ia mendukung keputusan saya, karena saya anak dia. Alhamdulilah, dia sering kirim makanan halal untuk saya,” tambahnya.

Menurut Professor Tanada Hirofumi dari Universitas Waseda, jumlah Muslim yang tinggal di Jepang saat ini, walaupun kecil, meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.

Dari berjumlah 110.000 pada 2010 menjadi 230.000 pada akhir 2019, termasuk sekitar 50.000 orang Jepang yang masuk Islam.

Pertambahan itu di seiring dengan meningkatnya jumlah pelajar dan pekerja ke negeri Sakura itu, menurut Tanada seperti dikutip surat kabar Mainichi.

Menurut penelitian professor dari faculty of human sains itu mengungkapkan di seluruh Jepang terdapat 100 musala dan masjid kecil.

“Tantangan saya adalah harus cari tempat salat karena sedikit masjid dan juga cari makanan halal,” kata Kaiji yang bekerja sebagai CEO Career Diversity, perusahaan konsultan perekrutan tenaga kerja di Tokyo.

“Saya cuma cowok biasa Jepang yang dulu sekuler, tak beragama, dan sekarang punya tujuan hidup,” ungkapnya.

CEO Career Diversity mengatakan bahwa ia belajar agama melalui pengajian online para ustaz Jepang, selain juga melalui berbagai pertemuan komunitas orang Indonesia di Jepang dan komunitas mualaf.

Ia menggambarkan kehidupannya lebih tenang dalam lebih tiga tahun terakhir, jauh berbeda dibandingkan sebelum 2017, masa yang disebutnya seperti orang yang “tak punya tujuan hidup”.

“Biasanya di masyarakat Jepang, mereka sering tersesat atau bingung (dalam menetapkan) apa yang penting dalam kehidupan mereka, apa yang benar dan tidak benar. Jadi mereka hidup untuk bekerja sampai bunuh diri, disebabkan kecapekan,” ceritanya lagi.

“Setelah masuk Islam semua tujuan dan jawaban tertulis di Quran. Sekarang tujuan kehidupan saya sudah jelas, alhmamdulilah. Saya termotivasi untuk kehidupan saya sendiri,” kata Kaiji yang juga bekerja sebagai humas di organisasi Olive, Young Muslim Community, komunitas Muslim untuk anak muda di Jepang.

Di antara pengalaman spiritual yang tak akan ia lupakan adalah ketika ia umrah bersama para mualaf dari negara-negara lain di penghujung 2019.

“Saat saya lihat Kabah, saya (berpikir) saya cuma cowok Jepang biasa yang dulu sekuler, tak beragama. Kehidupan saya saat itu sangat jauh dari ajaran Islam,” cerita Kaiji.

“Siapa yang bisa bayangkan orang seperti saya berdiri di depan rumah Allah SWT, tak ada yang bisa mengatur kecuali Allah SWT. Satu hal yang tak akan saya lupakan,” lanjutnya.

Ia juga mengungkapkan wacananya di bulan puasa Ramadan yang istimewa ini dan saat Idul Fitri “Kalau orang Indonesia pulang kampung untuk Idulfitri. Saya tak pulang kampung. Dalam keluarga saya, tak ada yang Islam selain saya.”

“Saya akan kumpul-kumpul dengan saudara-saudara Muslim di masjid,” tambahnya.

Namun dikarenakan pandemi, berbagai kegiatan di masjid seperti buka puasa masih dibatasi berdasarkan peraturan masjid masing-masing.

“Saya akan merayakan (Idul Fitri) dengan istri saya, insya Allah,” kata Kaiji yang menikah dengan perempuan Indonesia, Yusanne Pitaloka.

Yusanne senderi mengatakan, “Kaiji taat dalam beribadah dan mencoba menjalankan sesuai syariat.”

Dan menyangkut rencana ke depan, kata Kaiji, ia merasa bertanggung jawab untuk menyebarkan kebaikan Islam untuk komunitas Jepang.

Penulis: Triaji

Editor:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *