Sejarah Masjid Syuhada Pelaihari, Saksi Bisu Pejuang Atur Strategi Usir Penjajah

apahabar.com, PELAIHARI – Delapan puluh enam tahun silam Masjid Agung Syuhada Pelaihari berdiri, dikenal sebagai masjid perjuangan.

Menurut catatan-catatan lama, masjid itu pertama dibangun tahun 1935.

Sebagian pula berpendapat sebagai wadah peribadatan para pejuang, namun tidak diketahui pasti kapan dibangunnya.

Tempat itu terletak di tepi danau di Jalan Pusaka Pelaihari. Berkonstruksi kayu ulin, papan dan beratap sirap berukuran 7×7 meter.

Penasihat Masjid Agung Syuhada, Khamaruzzaman mengisahkan, masjid itu merupakan wadah para pejuang pergerakan kebangsaan, sering berkumpul.

Bukan saja untuk ibadah, tetapi juga mengatur strategi perjuangan.

Kala itu Pemerintah Belanda tak pernah curiga di dalam bangunan itu ada perjuangan rakyat Pelaihari bermula.

Hingga beberapa kali pecah perang, masjid itu tak pernah terbuka kedoknya sebagai tempat pengaturan serangan ke benteng Belanda.

Pasca kemerdekaan, peran masjid sedikit berubah. Hanya melayani jamaahnya beribadah.

Namun seiring pertambahan penduduk, Masjid Agung Syuhada tak lagi mampu menampung jemaah.

Warga pun bergotong royong membangun Masjid Agung Syuhada.

Dipelopori beberapa tokoh masyarakat, mereka membentuk panitia yang di bagi dalam dua kelompok kerja.

Pertama bidang fatwa, yang terdiri H Mansur, H Jafri, H Abdul Ghani, H Matran, H Ramli, H Anang Syukri, H Abdul Hamid, dan H Asmail.
Mereka ini bertugas member fatwa hukum berdasarkan syariat Islam.

Panitia kedua, khusus memberi motivasi masyarakat berwakaf dan infaq. Mereka lebih dikenal membidangi dana dan pengerahan massa secara massal. Di tim ini ada Sidik, H Abdussyukur, H Khali, H Anang Tuah, H Bakeri, H Hasim, H Abul Kadir, Hasbullah dan H Nunci.

Seiring waktu kata Kamarulzaman keinginan warga Pelaihari yang punya simbol tempat ibadah yang besar dan megah serta luas, lantas tokoh agama dan tokoh masyarakat bersepakat merehab masjid tua tersebut.

Saat itu Bupati Tanah Laut dijabat Adriansyah ia menjanjikan membangunkan masjid Syuhada Pelaihari dari dana APBD Kabupaten Tanah Laut. Kemudian 2004 lalu dimulai pembangunannya.

Status masjid Syuhada kata dia, awalnya Masjid Jami menjadi Masjid Agung Syuhada yang ditetapkan dengan surat keputusan Bupati Tanah Laut bernomor 138 tahun 2007 tanggal 2 April 2007 tentang Masjid Syuhada Pelaihari sebagai Masjid Agung Tanah-laut.

Masjid dibangun dengan bentuk campuran perpaduan timur tengah dan lokal budaya lokal yakni adanya ornamen Dayak dan berpengaruh pada arsitektur Masjid Agung Demak, terutama bentuk atap tiga rangkapnya.

Di masjid ini juga terdapat tiga kubah di atas mihrab, teras depan dan kubah di atas atap bangunan.

Empat Tiang

Masjid Agung Syuhada Pelaihari pun punya riwayat menarik.

Misalnya, ketika mendatangkan empat tiang sokoguru dari Kampung Jilatan dengan panjang 40 meter berdiameter 50 cm.

Perjalanan dari Jilatan menuju Pelaihari ditempuh dengan cara menarik tiang secara massal oleh warga Pelaihari.

Mereka dibantu masyarakat desa yang dilalui seperti Desa Jilatan, Tajau Pecah, Tampang, dan Sarang Halang. Urusan makan dan minum, warga desa yang dilewati yang menyediakan.

Selain itu sebut Kamaruzaman Masjid Syuhada selalu ramai tidak pernah sepi jamaah bahkan shalat lima waktu rata-rata mencapai 300 orang.

“Apalagi saat puasaa dan tarawih dua kali lipat lebih ramai,” katanya mantan Ketua Umum Masjid Agung Syuhada ini.

Kata orang, beribadah Masjid Agung Syuhada Pelaihari, selalu merasakan ketenangan selain itu juga menurut jemaah masjid ini sejuk dan dingin dikala panas matahari.

Itu yang membuat jemaah betah berlama-lama beribadah di Masjid Syuhada paparnya.

Kamaruzaman menjelaskan di Masjid Agung Syuhada pernah digelar pengajian rutin oleh almarhum guru KH Ahmad Bakeri.

Masjid tua ini semakin ramai jemaah. Ruang induk hingga selasar masjid selalu penuh jemaah saban pengajian rutin.

Penulis: Ali Candra

Editor:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *