Difitnah Mendukung Aksi Pemberontak, Imam Syafi’i Sempat akan Dihukum Mati

apahabar.com, BANJARMASIN – Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi atau yang lebih dikenal Imam Syafi’i diriwayatkan karena fitnah ia mendekam di dalam penjara.

Mengutip dari Osmanlimedia, Sabtu (17/4), diriwayatkan dalam kitab ensiklopedia “Siyar A’lamin Nubala” karya Imam Adz-Dzahabi, Imam Syafi’i menjabat sebagai mufti (pemberi fatwa) di Najran, Yaman. Saat itu, Daulah Abbasiyah sedang mengalami konflik. Konflik itu disebabkan karena beredarnya isu bahwa golongan Syiah Alawiyyin di Yaman akan memberontak dan memisahkan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Hingga pada suatu waktu, Imam Syafi’i berselisih paham dengan para wali negeri mengenai perkara Imamah (Kepemimpinan).

Pada akhirnya, Imam Syafi’i difitnah sebagai penganut Syiah yang hendak mengkudeta pemerintah Abbasiyah.

Karena Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang berhak jadi pemimpin itu adalah Alawiyyin, keturunan Ali Bin Abu Thalib. Sejak zaman Ummayah hingga Abbasiyah mereka menjadi kaum yang terbelakang.

Tidak hanya itu, sikapnya yang terlalu kritis membuat Imam Syafi’i tak begitu disenangi di kalangan pemerintah Abbasiyah di Yaman.

Puncaknya, ketika Gubernur di Yaman mengirim surat ke pusat pemerintahan di Baghdad yang berisi fitnah terhadap Imam Syafi’i. Beliau dianggap mendukung aksi pemberontak Syiah.

Melalui wali negeri Yaman, Imam Syafi’i divonis dipenjara serta hukuman mati bersama 9 orang Alawiyyin.

Imam Syafi’i kemudian digiring dari Yaman ke Baghdad dengan kaki dan tangan yang dirantai.

Setelah 9 orang Alawiyyin itu dieksekusi tiba akhirnya giliran Imam Syafi’i, namun ia pun tidak merasa cemas dan takut sedikitpun akan hal itu.

Saat hendak dieksekusi berkata Imam Syafi’i, “Katakanlah tidaklah menimpa kami selain apa yang Allah tetapkan pada kami. Dia-lah Tuhan kami dan kepada-Nya lah orang-orang beriman bertawakkal.”

Sebelum menetapkan sang imam, Khalifah Harun Ar-Rasyid terlebih dahulu bertabayyun (meneliti) apakah Imam Syafi’i bersalah atau tidak.

Khalifah Harun meminta nasehat dan keterangan dari salah seorang ulama besar mazhab Hanafi yang ternyata adalah dari salah satu Guru Imam Syafi’i yakni Imam Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani.

Imam Hasan pun menyatakan bahwa tuduhan kepada Imam Syafi’i tidak benar. Karena Imam Hasan pun tahu bahwa Imam Syafi’i tingkat ilmu dan adabnya tinggi. Mendengar hal itu Khalifah Harun Ar-Rasyid memutuskan untuk menguji kemampuan Imam Syafi’i dalam beberapa bidang aspek pengetahuan.

Berkata Khalifah Harun Ar-Rasyid: “Sampaikan padaku ilmu tentang kitab Allah wahai ibn Idris.”

“Ilmu yang mana ya Amirul Mu’min?” tanya Imam Syafi’i.

“Kalau hafal, biasanya aku hafal dan cermati dari kedua sisinya. Aku tau waqf dan ibtida’nya serta jumlahnya,” tambah Imam Syafi’i.

“Aku juga tahu Makiyyah dan Madaniyyah. Yang nasikh dan yang manasukh,” terang Sang Imam.

“Dan ayat yang berlafal umum dengan maksud khusus, dan yang umum dengan maksud umum,” jelasnya.

Mendengar hal itu Khalifah Harun Ar-Rasyid berkata: “Demi Allah Ibn Idris kau telah memukau hatiku.”

Khalifah Harun Ar-Rasyid pun kembali bertanya: “Lalu bagaimana tentang ilmu anda tentang nujum?”

“Aku tak tahu di darat maupun lautan, yang di bukit maupun di lembah di failujah dan mushab. Dan tidaklah wajib untuk mengetahuinya,” terang Imam Syafi’i.

Bertanya kembali Harun Ar-Rasyid, “Dan ilmu nasab?”

“Aku tahu betul nasab paman-pamanku, dan nasab orang-orang mulia,” ujar Imam Syafi’i.

“Termasuk nasabku dan nasab Amirul Mu’minin,” tambah Imam Syafi’i.

Mendengar hal Harun Ar-Rasyid berkata: “Ya Allah Ya Rabb! Aku tak menyukutukan-Nya dengan sesuatupun.”

“Apa kau punya nasihat untuk Amirul Mu’minin?” tanya Khalifah Harun.

“Biarkanlah hari-hari berbuat sesuka dan semaunya. Tegarkanlah dan kuatkanlah jiwa saat takdir menjatuhkan keputusannya. Dan jangalah takut dengan musibah di malam hari. Sebab tidak ada musibah dunia yang kekal. Jadilah pria sejati saat ketakutan menimpa. Dengan Akhlak, kesetiaan dan integritasmu. Seberapa pun di hadapan makhluk. Dan kau ingin ada tirai yang bisa menutupinya. Maka sikap ramah tamah andalah yang bisa menutupi semua aib. Dan betapa banyak aib yang akan tertutupi sifat ramah,” nasehat Imam Syafi’i kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Mendengar nasehat dari Imam Syafi’i, Khalifah Harun terkesima.

Setelah yakin bahwa Imam Syafi’i tidak bersalah ia pun dibebaskan dan segala kebutuhannya dipenuhi oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid termasuk tempat tinggal.

Penulis: Triaji

Editor:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *