bukankoran – Makam KH Muhammad Nur atau Tuan Guru Muhammad Nur di Takisung, Tanah Laut, menjadi salah satu tempat yang banyak diziarahi warga Kalimantan Selatan. Siapa ulama ini, mengapa dia begitu dihormati?
Salah satu putra KH Muhammad Nur, H Abul Hamim menuturkan, sang ayah merupakan ulama asal Martapura. Ayah dan ibunya adalah warga Teluk Selong Seberang, Martapura, Kabupaten Banjar.
“Hanya sedikit orang yang mengenal silsilah Guru Muhammad Nur Takisung,” ujar H Abul Hamim.
Guru Muhammad Nur adalah anak dari Syekh Ibrahim Khaurani bin Syekh Muhammad Amin bin Syekh Abdullah Khatib bin Syekh Abul Hamim bin Syekh Abdul Hamid Abulung (Datu Abulung).
“Dengan kata lain, Guru Muhammad Nur adalah dzuriat ke 5 dari Syekh Abdul Hamid Abulung,” jelas putra kelima Guru Muhammad Nur ini.
Guru Muhammad Nur Takisung dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tahun 1918 masehi. Sekitar umur belasan tahun, dia diajak pulang ke kampung halaman dan menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
“Saat itu, pimpinan Darussalam adalah KH Abdul Qodir Hasan, seringkali dipanggil dengan sebutan Guru Tuha,” ujar H. Abul Hamim.
Baca juga: Mengenang KH Muhammad Nur Takisung (2): Awal Mula Mengajarkan Tarekat
Selepas belajar di Darussalam, Guru Muhammad Nur kembali ke Jawa dan ikut revolusi dengan menjadi tentara di Kediri. Beliau tergabung di Pasukan Siliwangi tahun 1941.
Pada tahun 1947, Guru Muhammad Nur pulang ke Kalimantan Selatan dan mulai mendalami ilmu agama kepada ayahnya, Guru Ibrahim Khaurani di Kampung Teluk Selong, Martapura.
Setelah menimba ilmu di bawah bimbingan Sang Ayah, Guru Muhammad Nur masuk khalwat. Dan setelah cukup waktu, Guru Muhammad Nur kembali ke pulau Jawa. Di sana, dia sempat menjadi pedagang dan sopir.
“Apa saja waktu itu dikerjakan sebagai bentuk tanggung jawab kepala keluarga karena beliau mempunyai banyak istri,” kata H Abul Hamim.
Kenapa banyak istri? Lanjutnya, karena waktu itu Guru Muhammad Nur mencari keturunan laki laki yang belum didapatkan dari istri sebelumnya.
Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan Hj Syariah (ibu kandung kami), seorang wanita dari Rantau, Kabupaten Tapin.
Dari pernikahan Guru Muhammad Nur dengan Hj Syariah ini memiliki 12 anak. Dai 12 anak tersebut, tersisa 7 orang yang masih hidup, yakni H Syarifuddin, H Abdul Hamid, Hamidah, H Abdullah Mukti, H Abul Hamim, H Ibrahim, Abu bakar, dan Umar Sajali.
One Reply to “Mengenang KH Muhammad Nur (1): Guru Tarekat dari Takisung, Keturunan Datu Abulung”